Ambon (ANTARA) - Kepolisian Daerah (Polda) Maluku memastikan penanganan kasus dugaan korupsi dana hibah pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Kabupaten Kepulauan Aru tahun 2020 sudah sesuai aturan hukum.
Hal ini menanggapi informasi terkait isu kinerja penyidik Polres Aru dan Polda Maluku dalam penanganan kasus dugaan korupsi tersebut yang belum menahan lima tersangka komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Aru.
"Faktanya memang saat ini setelah adanya P19 dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) maka penyidik telah memenuhi P19 dari JPU tersebut dan saat ini menunggu P21 dari JPU," kata Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol. M. Roem Ohoirat, di Ambon, Rabu.
Terkait belum ditahannya lima tersangka itu, Roem menyampaikan penahanan dilakukan bukan karena adanya desakan atau permintaan, tetapi karena terpenuhinya unsur pidana dan kepentingan penyidikan serta sesuai undang-undang yang mengaturnya.
Baca juga: Polda Maluku pastikan proses hukum semua kasus di Hitu dan Wakal
Apalagi, kata dia, dalam kasus tersebut melibatkan lima komisioner dan Sekretaris KPU Kepulauan Aru, sehingga perlu berhati-hati dan intens berkoordinasi dengan KPU RI.
“Hingga saat ini, hal tersebut sudah dilaksanakan serta proses penyidikan tetap terus berjalan,” ujarnya.
Dalam penanganan kasus tersebut, kata dia, berdasarkan kepada UU Acara Pidana, UU Tindak Pidana Korupsi dan UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu, karena terkait dengan penyelenggara Pemilu.
"Terhadap Sekretaris KPU Aru, penyidik sudah langsung melakukan penahanan karena yang bersangkutan bukan komisioner KPU. Setelah ditahan, Pemerintah Daerah (Pemda) Kepulauan Aru telah melakukan pergantian terhadap posisi yang bersangkutan," ujarnya.
Namun apabila lima Komisioner KPU Aru langsung ditahan, menurut Roem, maka tidak serta merta bisa dilakukan pergantian atau pergantian antarwaktu terhadap mereka karena berdasarkan UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya Pasal 39.
Baca juga: Polda Maluku pastikan sampah di puncak gunung Salahutu telah bersih
Ia mengungkapkan dalam Pasal 39 UU No 17 Tahun 2017 disebutkan bahwa anggota KPU provinsi dan kabupaten kota diberhentikan sementara karena tiga hal, di antaranya menjadi terdakwa dalam perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun, bila menjadi terdakwa dalam tindak pidana Pemilu dan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 UU No 7 Tahun 2017.
"Status mereka ini masih sebagai tersangka sehingga belum bisa diberhentikan, jadi bedakan status tersangka dengan terdakwa. Oleh karena itu belum bisa ada pergantian antarwaktu," ungkap Roem.
Roem juga mengatakan bahwa kasus ini sudah dilaporkan oleh Kapolda Maluku kepada KPU Pusat dan Bareskrim Polri.
“Jadi kami tidak pernah main-main dengan kasus korupsi dan penanganan kasus ini tetap berjalan sesuai aturan hukum yang berlaku," ucapnya.
Baca juga: Polairud gelar patroli pastikan keamanan di perairan Maluku