Indonesia Indocator (I2) menyebutkan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka dan cawapres nomor urut 3 Mahfud Md adu keunggulan dalam debat cawapres di JCC Senayan, Jakarta, Jumat (22/12) malam.
Indonesia Indicator (i2) merilis hasil riset perbincangan di media sosial selama debat berlangsung dalam rentang waktu 18.00-23.00 WIB.
Direktur Komunikasi Indonesia Indicator Rustika Herlambang dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu, mengatakan, Gibran mendapatkan ekspos serta "engagement" terbesar dari perbincangan warganet dibandingkan cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar dan Mahfud.
"Ekspos Gibran mencapai 69.259 dengan 'engagement' 2.425.615. 'Engagement' terbesar terlihat dari apresiasi sejumlah netizen terhadap performa Gibran di debat, yang dinilai sangat meyakinkan dan di luar ekspektasi publik," kata Rustika.
Sedangkan Mahfud meraih ekspos sebesar 53.479 post dengan 'engagement' 1.023.434 dan Muhaimin sekitar 46.573 post dengan 1.306.364 'engagement'.
Seperti diketahui sebelumnya banyak yang meragukan Gibran. Candaan "dikira cupu ternyata suhu" menjadi narasi yang cukup banyak diunggah warganet. Warganet juga banyak mengaku beralih mendukung Gibran karena penampilannya di luar prediksi.
"Secara umum panggung debat semalam milik Gibran dalam arti bukan kemampuan penguasaan temanya, melainkan secara psikologis sejak awal orang memang ingin tahu apakah Gibran sanggup berdiri dan berbicara dalam debat semalam atau tidak, dan ia menunjukkan bahwa ia bisa. Gibran memosisikan diri sebagai anak muda yang berhadapan dengan seorang ketua partai dan seorang profesor," paparnya.
Meski meraih "emotion trust" atau kepercayaan cukup besar, Gibran juga mendapat "emotion disgust" atau kekecewaan paling besar di antara cawapres lainnya sekitar 15 persen. Gibran disebut menggunakan strategi yang sama dengan Presiden Jokowi saat menanyakan perihal singkatan maupun istilah yang sulit dipahami.
Di sisi lain, Mahfud merupakan cawapres dengan tingkat perbincangan positif tertinggi sekitar 65 persen, dibandingkan Gibran 48 persen dan Muhaimin 33 persen.
"Tingginya sentimen positif Mahfud juga diikuti dengan 'emotion trust' yang besar hingga mencapai 65 persen. Tertinggi di antara cawapres lainnya. Selanjutnya diikuti 'emotion anticipation' 13 persen," kata Rustika.
Penampilan Mahfud dinilai sebagai hasil dari pengalaman dengan ketenangan dalam setiap jawaban. Mahfud dinilai mampu menjawab pertanyaan sulit yang dilontarkan oleh Gibran menggunakan "helicopter view".
"Pengalaman, keyakinan, rekam jejak, jam terbang menjadi salah satu landasan keyakinan publik. Ini yang ditunjukkan pada Mahfud. Hal inilah yang membuat warganet mengapresiasi Mahfud dengan ketenangan, jawaban debat yang menggunakan pendekatan rasional dan argumentatif," papar Rustika.
Muhaimin secara persentase sentimen mendapatkan porsi yang relatif berimbang antara postif, negatif dan netral. Selama debat, Muhaimin kerap kali menyebut 'slepet' sebagai jargon yang melekat dengan dirinya dan program AMIN.
Tercatat sebanyak 1.152 unggahan memention jargon tersebut dalam perbincangan Muhaimin dan terbukti menjadi istilah yang paling banyak dipakai warganet. Bahkan, dipakai oleh netizen untuk ganti "men-slepet" Muhaimin.
Emotion yang paling dominan dalam perbincangan Muhaimin, yakni emotion "trust" sekitar 35 persen, diikuti emosi "anticipation" sekitar 20 persen. Muhaimin dinilai cukup rendah hati untuk berkata tidak tahu terhadap pertanyaan dari Gibran mengenai SGIE (State of the Global Islamic Economy).
"Muhaimin dinilai sebagai politisi yang pandai berdiplomasi, mencoba mencari atensi publik dengan narasi perubahan. Di sisi lain netizen masih terbawa dalam euforia debat capres antara Anies dan Prabowo sehingga netizen melihat ada asumsi untuk 'balas dendam' terlihat dalam debat tersebut. Misalnya melalui ungkapan 'anda tidak menjawab pertanyaan saya' atau 'kok gak konsisten'," kata Rustika.
Warganet milenial (22-40 tahun) dan generasi X (41-55 tahun) lebih banyak memberikan respons. Milenial berkontribusi hingga 68 persen dalam percakapan, generasi X sekitar 22 persen, sedangkan gen z (18-21 tahun) 6 persen.
"Netizen laki-laki memberi kontribusi lebih besar sekitar 79 persen, sementara netizen perempuan 21 persen. Netizen laki-laki ramai membicarakan seputar hal-hal substansial dari pertanyaan dan jawaban masing-masing cawapres, sedangkan netizen perempuan cenderung mengomentari secara penampilan, baik tempat lokasi, penampilan capres-cawapres yang hadir serta tempat debat yang dianggap lebih baik dibandingkan debat sebelumnya," kata Rustika.
Berdasarkan peta jejaring perbincangan netizen di Twitter/X, kelompok netizen netral menguasai perbincangan sekitar 34,11 persen, dengan sorotan terbanyak mengarah kepada Gibran yang dianggap menguasai tema debat.
Netizen terekam memberi julukan Gibran sebagai 'El-Sulfat', Muhaimin sebagai 'El-Slepet', sedangkan Mahfud dianggap sebagai sosok senior yang sopan dan menghargai lawan.
Adapun kelompok-kelompok lain yang juga mengisi perbincangan antara lain kelompok pendukung Gibran 25,42 persen, kelompok pendukung Muhaimin 19,51 persen, dan kelompok pendukung Mahfud 17,38 persen.
Indonesia Indicator merupakan perusahaan intelijen media yang memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligent (AI).
Data yang dihimpun berasal dari perbincangan netizen di lima platform media sosial (Twitter/X, Facebook, Instagram, Tiktok, Youtube). Data dianalisis secara realtime dengan menggunakan sistem "Intelligence Socio Analytics" (ISA) dan "Social Network Analytics" (SNA).
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Indonesia Indicator sebut Gibran-Mahfud adu unggul di debat cawapres