Ambon (Antara Maluku) - "Bambu Gila", permainan tradisional rakyat Kabupaten Maluku Tengah akan menjadi andalan Maluku saat Temu Karya Taman Budaya se-Indonesia di Jambi, 4 Juni 2013.
"Bambu Gila merupakan salah satu kesenian Maluku yang masih menggunakan kekuatan magis, saat dimainkan harus menggunakan mantra," kata Kepala Taman Budaya Maluku Semmy Toisuta kepada Antara di Ambon, Rabu.
Ia mengatakan bahwa Bambu Gila dipilih untuk tampil mewakili kesenian yang ada di Maluku pada pertemuan tahunan Taman Budaya se-Indonesia tersebut, karena disesuaikan dengan tema "Kekuatan Mantra Dalam Pendekatan Budaya Nasional".
"Permainan ini sangat unik, sebatang bambu ringan ketika dimantrai menjadi sangat berat dan bergerak mengikuti perintah pawang yang memantrainya, sekalipun orang yang memegang bambu itu bergerak ke arah berlawanan tidak akan bisa," katanya.
Menurut Semmy, permainan tradisional tersebut rencananya akan ditampilkan dalam dua bentuk, yakni atraksi saat upacara pembukaan Temu Karya Taman Budaya, dan tarian garapan tradisional kontemporer yang dimodifikasi oleh pakar tari di Taman Budaya Maluku, yakni Retno Hendarti Peaa, Anissa Febrian dan Billy Sahertian.
Untuk menimbulkan kesan mendalam saat pertunjukan atraksi maupun tarian Bambu Gila, pihak Taman Budaya Maluku akan memberikan sentuhan musik pendukung yang berbeda, yakni menggabungkan musik akustik tradisional Maluku dan elektrik, yang digarap oleh seniman Maluku Carlo Labobar dan kawan-kawan.
"Musik pendukung memberikan kekuatan dan roh bagi pertunjukan kesenian, sehingga nantinya saat orang-orang membicarakan tentang Bambu Gila mereka akan teringat dengan pakem musiknya," ucapnya.
Sebagai perwakilan kesenian tradisional dari Maluku, Semmy berharap permainan Bambu Gila dapat menjadi media yang bisa menceritakan dan mempromosikan keunikan budaya dan kesenian daerah asalnya secara keseluruhan, sehingga nantinya mampu mengundang masyarakat dari daerah lain untuk tertarik mengunjungi Maluku.
"Seni prtunjukan menjadi salah satu bagian dari ekonomi kreatif, garapannya harus menjadi komoditi ekonomi sesuai dengan standar pelayanan umum (SPU), sehingga bisa mencapai misi kesenian dan promosi," katanya.
