Ternate (Antara Maluku) - Masyarakat di sejumlah wilayah di Maluku Utara belakangan ini marak menuntut pemekaran wilayahnya menjadi kabupaten tersendiri terpisah dari kabupaten induk, baik yang disponsori mahasiswa maupun tokoh masyarakat setempat.
Ada belasan wilayah di Maluku Utara (Malut) yang menuntut pemekaran itu di antaranya Gane Raya dan Pulau Obi di Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Wasilei di Kabupaten Halmahera Timur (Haltim) dan Sofifi di Kota Tidore Kepulauan (Tikep).
Alasan utama masyarakat di wilayah tersebut menuntut pemekaran beragam. Masyarakat Gane Raya misalnya, sebagaimana dituturkan tokoh masyarakat setempat H. Hamjun bahwa mereka menuntut pemekaran karena selama ini sulit mendapatkan pelayanan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Halmahera Selatan akibat jaraknya yang sangat jauh.
Masyarakat di wilayah yang terletak di ujung selatan Pulau Halmahera itu jika ingin mengurus administrasi misalnya akta kelahiran ke Labuha, ibu kota Kabupaten Halsel harus memutar melewati Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng), Tidore Kepuluan dan Kota Ternate, sehingga harus mengeluarkan biaya sedikitnya Rp2 juta untuk pulang pergi.
Alasan lainnya masyarakat di Gane Raya menuntut pemekaran karena pembangunan di wilayah itu sangat tertinggal, terutama di bidang pendidikan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Di wilayah itu banyak sekolah dasar yang hanya memiliki dua orang guru dan puskesmas tidak memiliki dokter.
Sementara alasan utama masyarakat Wasilei menuntut pemekaran dari kabupaten induknya Halmahera Tengah, menurut tokoh masyarakat setempat, Muhammad Syamsul adalah karena Pemkab Halteng kurang memperhatikan pembangunan infrastruktur di daerah itu.
Masyarakat di Wasilei yang sebagian merupakan transmigran selama ini sulit memasarkan hasil pertanian perkebunannya ke Maba ibu kota Halmahera Timur atau wilayah lainnya di Pulau Halmahera karena akses jalan dari dan ke wilayah itu sangat buruk.
Selain itu, wilayah Wasilei memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah terutama pada sektor pertanian dan perkebunan namun potensi itu belum bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Sedangkan alasan utama masyarakat Sofifi menuntut pemekaran dari Kota Tikep, menurut tokoh masyarakat di daerah itu Achmad Conoras adalah karena Sofifi merupakan ibu kota Provinsi Maluku Utara (Malut) yang sesuai ketentuan harus berstatus kota otonom.
Pemprov Malut sejak 2010 memindahkan pusat pemerintahan dari Ternate ke Sofifi, yang selama ini hanya berstatus sebagai daerah kecamatan, sehingga infrastruktur yang ada di daerah itu sangat terbatas untuk standar sebuah ibu kota provinsi.
Kalau Sofifi dimekarkan menjadi kota otonom terpisah dari Kota Tikep maka pembangunan infrastruktur, terutama yang terkait dengan pelayanan publik akan lebih cepat karena akan mendapat alokasi anggaran yang lebih besar, baik dari APBN maupun pemprov dan APBD sendiri.
Pemkab dan DPRD di wilayah yang menuntut pemekaran tersebut umumnya memberi dukungan ditandai dengan pemberian rekomendasi, walaupun terkesan setengah hati karena tidak disertai dengan upaya serius dari pemkab setempat untuk memperjuangkannya ke DPR-RI dan Kementerian Dalam Negeri.
Dugaan itu terbukti dengan tidak adanya dari belasan wilayah di Malut yang menuntut pemekaran masuk dalam 65 Daerah otonomi Baru yang sedang dibahas di DPR-RI, kecuali Pulau Taliabo yang sudah diresmikan pemekarkannya sebagai kabupaten terpisah dari Kepulauan Sula pertengahan 2013, karena sebelumnya masuk dalam 15 daerah otonom baru prioritas.
Alasan Rasional
Sejumlah kalangan di Maluku Utara menilai alasan masyarakat di sejumlah wilayah tersebut menuntut pemekaran cukup rasional karena melalui pemekaran diharapkan pembangunan yang bersangkutan akan lebih maksimal.
Selain itu, melalui pemekaran akan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat serta mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumber daya alam di daerah itu bagi kemajuan pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
Anggota DPD-RI Abdurrahman Lahabato mengatakan, pembangunan di Malut masih jauh tertinggal jika dibandingkan daerah lainnya di Indonesia, padahal memiliki potensi sumber daya alam yang sangat melimpah terutama pada sektor pertambangan, pertanian, perkebunan dan perikanan.
Untuk mempercepat pembangunan di Malut sekaligus mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumber daya alam tersebut maka solusi terbaik adalah melalui pemekaran kabupaten, terutama pada wilayah yang memenuhi syarat.
Melalui pemekaran itu akan meningkatkan alokasi anggaran pembangunan pada wilayah bersangkutan, selain itu akan meningkatkan mobilisasi sumber daya manusia, baik dari unsur pemerintah maupun kalangan pelaku usaha ke wilayah itu.
"Dalam berbagai kesempatan di Jakarta, baik dalam rapat di DPD-RI maupun dalam pertemuan dengan kementerian terkait, saya selalu menyuarakan pemekaran tersebut dan saya harap pemda dan berbagai pihak terkait lainnya di daerah ini harus melakukan hal serupa," katanya.
Namun ada pula kalangan di Malut yang menilai tuntutan pemekaran di wilayah Malut tersebut sebagai sesuatu yang lebih dimotivasi oleh kepentingan kelompok elit politik tertentu yang ingin mengejar jabatan politik setelah wilayah bersangkutan dimekarkan.
Dugaan itu didasarkan pada fakta dari sejumlah daerah di Malut, termasuk di provinsi lainnya di Indonesia yang telah dimekarkan, tidak menunjukkan kemajuan pembangunan yang seperti diharapkan semula dan justru hanya menjadi sarana bagi elit politik untuk mendapatkan jabatan dan memperkaya diri sendiri.
Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) Mahmud Hasan mengatakan, sesuai hasil evaluasi dari Kementerian Dalam Negeri bahwa sekitar 60 persen dari daerah yang dimekarkan menjadi kabupaten dan provinsi di Indonesia gagal dalam usaha memajukan pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat setempat.
Oleh karena itu, tuntutan masyarakat di Maluku Utara untuk dimekaran menjadi kabupaten tersebut harus dicermati secara baik apakah memang murni aspirasi masyarakat atau hanya keinginan dari kelompok elit politik tertentu.
Selain itu, faktor persyaratan untuk dimekarkan sebagai kabupaten sebagaimana yang diatur dalam undang-undang harus pula diperhatikan dalam memproses usulan pemekaran tersebut agar tidak menjadi masalah di belakang hari yang justru semakin membebani masyarakat setelah daerah itu jadi dimekarkan.