Ambon (Antara Maluku) - Dua calon legislatif (Caleg) asal Partai PDI Perjuangan Maluku, Benhur Watubun dan Semy Resmol, mengaku dirugikan media tertentu yang terus menyerang mereka lewat pemberitaan meskipun sudah mundur dari jabatan direksi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
"Kami sangat dirugikan dengan pemberitaan seperti ini dan merupakan sebuah tindakan pembunuhan karakter," kata Benhur Watubun, di Ambon, Selasa.
Ia menyampaikan hal itu dalam dengar pendapat dengan Komisi A DPRD Maluku yang dipimpin Richard Rahakbauw dan dihadiri Karo Hukum Setda Maluku bersama Bawaslu provinsi.
Benhur dan Semy dituding masih bekerja sebagai direksi BUMD, meski nama mereka sudah ditetapkan dalam Caftar Caleg Tetap (DCT) untuk pemilu legislatif 9 April 2014.
"Kami sudah surati pemda dan KPU, kemudian sudah ada balasan. Lalu pemda juga telah membuat surat desposisi tanggal 8 Oktober 2013, hanya saja terlambat diproses," kata Benhur.
Secara resmi kedua caleg ini menyatakan bahwa proses yang terjadi di KPU sama sekali tidak menyatakan mereka bermasalah.
Hal ini, kata Benhur, juga sudah dijawab pada saat dimintai keterangan resmi di Bawaslu pada tanggal 18 Februari 2014 dan proses ini diyakini bahwa mereka memang tidak bermasalah.
Sebab dari saat penetapan Daftar Caleg Sementara (DCS) oleh KPU dan diberi waktu meminta tanggapan masyarakat maupun saat DCT, tidak ada masalah.
Benhur dan Semy mengaku heran ketika komisioner KPU Maluku Matheos Lailosa pada pekan lalu berbicara ke media massa bahwa tindakan terhadap caleg atas nama Semy Resmol dan Benhur Watubun harus didahului laporan masyarakat dan perlu didasarkan pada rekomendasi Bawaslu.
Setelah itu, muncul pernyataan lain yang disampaikan divisi tekhnis KPU berdasarkan surat edaran KPU 824 bulan Desember 2013 bahwa pengunduran diri calon anggota DPR, DPRD I dan DPRD II dari TNI/Polri sampai BUMN/BUMD yang tidak disetujui maka sanksinya pencalonan mereka dinyatakan tidak memenuhi syarat
"Pertanyan, kapan sosialisasi ini dilakukan KPU terhadap parpol, karena saat itu Maluku sedang disibukkan dengan pilkada, sehingga kami merasa dihakimi di publik oleh media massa," ujarnya.
Dia juga mempertanyakan KPU tidak menghakimi saudara Yance Wenno yang sudah berstatus tersangka karena menyebarkan pesan singkat fitnah saat pilkada sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Informasi dan Teknologi,
Kalau SMS dibuka, nama dan nomor teleponnya muncul jadi seharusnya disikapi KPU juga, sama halnya dengan Rony Sianressy yang juga telah berstatus tersangka.
Dua Caleg PDIP Mengaku Dirugikan Media Tertentu
Selasa, 25 Februari 2014 16:52 WIB