Provinsi Maluku Utara (Malut) hingga kini masih bergantung pada produksi beras provinsi lain untuk memenuhi konsumsi beras masyarakat setempat karena produksi beras di daerah berpenduduk 1,2 juta jiwa ini sangat terbatas.
Produksi beras di provinsi yang memiliki lebih dari 800 pulau ini baru sekitar 30.000 ton per tahun, sementara konsumsi beras masyarakat setempat sekitar 90.000 ton/tahun. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras itu, harus mendatangkan dari provinsi lain, seperti Sulawesi Selatan dan Jawan Timur.
Menurut Kepala Dinas Pertanian Malut Musdalifa Ilyas, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di daerah yang terkenal dengan hasil rempah-rempah ini telah melakukan berbagai upaya untuk mencapai swasembada beras agar tidak perlu lagi bergantung pada produksi beras provinsi lain.
Upaya tersebut dititikberatkan pada program peningkatan produksi padi, baik padi sawah maupun padi ladang, di antaranya melalui program peningkatan produktivitas lahan. Misalnya, padi sawah, dari 3 ton/hektare menjadi minimal 6 ton/hektare.
Selain itu, melalui program perluasan areal tanam yang diimplementasikan melalui pencetakan sawah baru, terutama di daerah yang telah memiliki jaringan irigasi teknis dan pemanfaatan lahan tidur untuk pengembangan padi ladang.
"Perluasan areal tanam padi melalui program pencetakan sawah baru masih memungkinkan dilakukan secara besar-besaran di Malut karena potensi lahan untuk pengembangan sawah di daerah ini mencapai sekitar 25.000 hektare, sementara yang sudah dimanfaatkan selama ini baru 10.000 hektare," kata Musdalifa Ilyas.
Upaya lainnya untuk meningkatkan produksi padi di provinsi yang terkenal dengan batu bacan (batu mulia) ini adalah memperbaiki jaringan irigasi yang rusak serta membangun jaringan irigasi baru, terutama di wilayah yang selama ini telah ditetapkan sebagai sentar pengembangan padi, seperti di Kabupaten Halmahera Timur.
Perbaikan irigasi yang rusak dan pembangunan jaringan irigasi baru itu dilakukan bekerja sama dengan anggota TNI serta instansi terkait lainnya, sedangkan pendanaannya sebagian besar dari APBN, yang untuk tahun ini dialokasikan sebesar Rp70 miliar.
Untuk mendorong peningkatan produksi padi di provinsi yang berbatasan dengan Samudra Pasifik ini, kata dia, memberikan bantuan sarana produksi pertanian kepada petani, seperti benih unggul, pupuk, pestisida, dan traktor tangan.
Peningkatan keterampilan petani juga merupakan salah satu upaya untuk mendorong peningkatan produksi padi di daerah ini. Di antaranya diwujudkan dengan memberikan pelatihan dan bimbingan kepada petani serta menempatan penyuluh pertanian di setiap kecamatan.
Upaya lainnya mempercepat pencapaian swasembada beras di provinsi yang kaya hasil tambang ini adalah tetap menerima masuknya transmigran dari daerah lain untuk pengembangan usaha pertanian. Pengalaman selama ini keberadaan transmigran sangat berperan dalam pengembangan tanaman padi di daerah ini.
Pangan Lokal
Pengembangan pangan lokal, terutama yang selama ini menjadi makanan tradisional masyarakat Malut, juga menjadi bagian dari upaya pemerintah daerah setempat untuk mencapai swasembada beras karena pangan lokal itu bisa menggantikan peran beras.
Masyarakat di daerah ini terus didorong untuk mengembangkan pangan lokal, seperti jagung, singkong, ubi jalar, pisang, dan sagu, sekaligus menjadikannya sebagai salah satu sumber pangan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi pangan sehari-hari sehingga tidak selamanya hanya mengandalkan sumber pangan dari beras.
"Kalau masyarakat di Malut dalam seminggu minimal dua hari memenuhi konsumsi pangan dari bahan pangan lokal, otomatis akan mengurangi pemanfaatan pangan dari beras dan ini jelas akan memberi kontribusi besar dalam upaya mencapai swasembada beras, apalagi kalau upaya peningkatan produksi beras juga berhasil," kata Musdalifa Ilyas.
Adanya kebijakan pemerintah pusat yang mewajibkan pemanfaatan makanan lokal nonberas dalam berbagai kegiatan pemerintah di daerah diharapkan akan semakin meningkatkan pengembangan dan pemanfaatan bahan pangan lokal dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan nonberas di daerah ini.
Pemerintah provinsi dan seluruh pemerintah kabupaten/kota di daerah yang memiliki empat kesultanan ini juga telah melakukan berbagai kebijakan strategis untuk mendorong pengembangan dan pemanfaatan pangan lokal nonberas, seperti melarang pengalihfungsian lahan yang selama ini menjadi areal pengembangan pangan lokal.
Seorang pemerhati pertanian di Malut Abdul Kader mengatakan bahwa berbagai upaya yang dilakukan pemerintah provinsi dan seluruh pemerintah kabupaten/kota di Malut tersebut untuk mencapai swasembada beras sangat bagus. Namun, untuk merealisasikannya harus ada konsistensi antara program dan pelaksanaan di lapangan.
Masalahnya, berdasarkan pengalaman selama ini, banyak program yang dicanangkan pemerintah daerah hanya terlihat bagus di atas kertas, tetapi pelaksanaannya di lapangan jauh dari harapan, bahkan tidak sedikit yang gagal total karena kurangnya keseriusan dan konsistensi untuk melaksanakannya di lapangan.
Selain itu, berbagai program untuk mencapai swasembada beras tersebut harus dibarengi dengan pengawasan ketat dalam pelaksanaan di lapangan, terutama untuk program yang terkait dengan pengerjaan fisik. Misalnya, program pencetakan sawah baru dan pembanguan jaringan irigasi.
Abdul Kader melihat selama ini banyak program yang terkait dengan fisik, termasuk di sektor pertanian yang mubazir, karena dalam pengerjaannya asal jadi, bahkan tidak sedikit yang pelaksanaannya fiktif akibat kurangnya pengawasan dari instansi terkait.
Hal lain yang harus menjadi perhatian pemerintah daerah di Malut dalam upaya mencapai swasembada beras adalah perlindungan kepada petani, misalnya perlindungan dalam soal harga gabah.
Menurut dia, kalau harga gabah murah, petani akan malas menanam padi. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu membentuk sebuah wadah yang siap menampung produksi gabah petani dengan harga memadai serta selalu siap memberikan bantuan modal kepada petani agar petani tidak terjerat rentenir.
Melihat Upaya Malut Capai Swasembada Beras
Minggu, 22 Februari 2015 13:35 WIB