Ambon (ANTARA) - Dalam rangka memperingati World Universal Health Coverage (UHC) Day 2025, BPJS Kesehatan menggelar diskusi publik dengan tema “Memaknai Peringatan Cakupan Kesehatan Semesta: Sehatkan Bangsa melalui Asta Cita”, di Jakarta, Jumat (12/12/2025).
Diskusi bertujuan memperkuat komitmen seluruh pemangku kepentingan dalam mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan agenda pembangunan nasional.
Acara dibuka dengan pembicara kunci Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) RI, Pratikno dan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat RI, Muhaimin Iskandar.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, Pratikno melalui siaran pers yang diterima di Ambon, Sabtu menyampaikan jaminan sosial melalui Program JKN merupakan ambisi besar negara untuk menghadirkan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata.
Dengan jumlah kepesertaan yang sudah lebih dari 98 persen, Pratikno menyebut tantangannya semakin kompleks.
"Inflasi alat kesehatan serta meningkatnya prevalensi penyakit berbiaya katastropik masih menjadi beban terbesar dalam pembiayaan JKN. Karena itu, pentingnya efisiensi dalam penyelenggaraan JKN tanpa menurunkan kualitas layanan di fasilitas kesehatan," ujar Pratikno.
Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Republik Indonesia, Muhaimin Iskandar menegaskan keberhasilan Indonesia dalam mencapai predikat UHC menjadi investasi bangsa yang akan menentukan kualitas sumber daya manusia di masa depan. Pemerintah menilai kesehatan bukan hanya sebagai kebutuhan dasar, tetapi fondasi untuk menciptakan negara yang kuat dan sejahtera.
Sementara itu, Mantan Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Ahmad Nizar Shihab mengatakan makna UHC yang sesungguhnya adalah memastikan layanan kesehatan yang mudah diakses dan tidak membuat seseorang jatuh miskin akibat biaya berobat.
Hal tersebut yang ingin diwujudkan sejak awal penyusunan Undang-Undang terkait Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
"Ketika Undang-Undang BPJS dirancang, para penysusun menginginkan BPJS menjadi salah satu lembaga yang kuat dalam ekosistem kesehatan nasional, namun bukan yang utama. Dengan melibatkan delapan kementerian, semuanya percaya bahwa sistem yang akan dijalankan ini, bisa memiliki masa depan kesehatan yang jauh lebih baik," kata Nizar.
Nizar mengatakan, dalam UU BPJS yang telah diresmikan, penempatan BPJS Kesehatan sebagai lembaga berada langsung di bawah Presiden, bukan di bawah kementerian, baik itu Kementerian Kesehatan maupun Kementerian Ketenagakerjaan.
Menurutnya, keputusan tersebut diambil guna memastikan tata kelola jaminan sosial tetap independen, stabil, dan mampu berkoordinasi lintas kementerian tanpa terikat kepentingan sektoral.
Ia menjelaskan bahwa inti dari sistem jaminan sosial di Indonesia adalah nilai gotong royong yang diterapkan dalam undang-undang.
Ia menilai, ketika semangat saling membantu itu diwujudkan dalam aturan yang membuat masyarakat mampu menolong sesama dan negara menanggung iuran bagi warga yang kurang mampu, maka Indonesia sedang membangun peradaban baru di mana tidak ada lagi orang yang harus menderita karena sakit.
"Pencapaian UHC ini sejatinya merupakan pengejawantahan nilai paling mendasar bangsa Indonesia, yaitu gotong royong. Yang mampu membantu yang tidak mampu, negara juga hadir membayar iuran mereka yang paling rentan. Dengan begitu, kita membentuk budaya baru, tidak ada orang Indonesia yang dibiarkan menderita karena sakit,” ujarnya.
Pada momentum World UHC Day, Nizar meyakini bahwa sistem jaminan sosial Indonesia mampu membuka akses kesehatan yang semakin mudah bagi seluruh masyarakat. Ia berharap predikat UHC ini mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk terus memperkuat sarana dan prasarana layanan kesehatan.
