Kemeriahan peringatan Hari Guru Nasional (HGN) di Kota Ternate pada pagi itu (25/11) tampaknya tidak dapat menghilangkan keresahan hati Muhammad Ilyas, salah seorang guru honorer SMA di ibu kota Provinsi Maluku Utara (Malut).
Keresahan hati guru honorer bidang studi matematika itu, dipicu belum adanya kepastian mengenai kelangsungan statusnya sebagai guru honorer, pascapenyerahan kewenangan pengelolaan SMA dan SMK dari kabupaten/kota ke provinsi.
Guru honerer yang telah mengabdi selama empat tahun itu mengaku sulit menghilangkan keresahan hatinya karena selalu dihantui dengan kemungkinan Pemprov Malut tidak mengakomodir guru honorer SMA dan SMK, karena sesuai keputusan dari pemerintah pusat yang diserahkan kewenangan pengelolaannya hanyalah guru berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN).
Di Malut ada sekitar 1.200 guru homorer tersebar di 10 kabupaten/kota, yang juga merasakah keresahan seperti itu, terutama guru honorer yang hanya mengantongi keputusan dari sekolah tempatnya mengajar, bukan dari Dinas Pendidikan setempat.
Para guru honor itu menginginkan tetap dipertahankan sebagai guru honorer, karena dengan status tersebut mereka berharap nantinya bisa diangkat menjadi guru ASN.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kota Ternate, termasuk kabupaten/kota lainnya di Malut, seperti yang diutarakan Kepala Dinas Dikbud Kota Ternate Mochdar Din, semuanya menghendaki para guru honorer SMA dan SMK tersebut tetap dipertahankan di sekolah tempat mereka selama ini mengajar.
Keberadaan para guru honorer itu sangat penting karena selama ini menjadi solusi atas kekurangan guru SMA dan SMK di Malut, terutama untuk SMA dan SMK yang berada di pulau-pulau dan wilayah yang jauh dari kabupaten/kota.
Menurut Mochdar Din, untuk mengatasi kekurangan SMA dan SMK di Malut saat ini belum bisa dilakukan dengan cara mendistribusikan guru berstatus ASN secara merata ke seluruh SMA dan SMK, karena jumlah guru berstatus ASN masih jauh dari kebutuhan.
Kebutuhan guru SMA dan SMK di Malut sekitar 5.000-an, sementara guru berstatus ASN saat ini hanya sekitar 3.200 orang dan jumlah itu dipastikan akan terus berkurang karena banyak yang telah mendekati masa pensiun.
Selain itu, mendistribusikan guru ASN dari satu daerah ke daerah lain, terutama untuk guru perempuan di Malut tidak mudah seperti membalik telapak tangan, karena harus mempertimbangkan berbagai hal seperti keluarga guru, selain itu kondisi geografis Malut merupakan daerah kepulauan, yang hubungan transportasinya tidak lancar setiap hari.
Verifikasi
Pempprov Malut sudah memberi sinyal bahwa keberadaan para guru honorer SMA dan SMK tersebut akan dipertahankan, namun akan diverifikasi terlebih dahulu ke seluruh sekolah tempat para guru honorer itu mengajar.
Verifikasi itu perlu dilakukan untuk memastikan apakah mereka masih aktif mengajar atau tidak, karena tidak tertutup kemungkinan data guru honorer yang diserahkan kabupaten/kota ke Pemprov Malut tidak aktif lagi mengajar.
Selain itu, juga untuk memastikan apakah di SMA dan SMK tempat guru honor mengajar memang membutuhkan guru honor atau tidak, karena bisa jadi guru ASN di SMA dan SMK itu sebenarnya dapat dimaksimalkan untuk memenuhi seluruh kebutuhan tenaga guru tanpa melibatkan guru honor.
Menurut Kepala Dinas Dikjar Malut Imbran Yakub, kalau guru honorer tersebut benar aktif mengajar dan sangat dibutuhkan oleh sekolah tempat mengajar, maka yang bersangkutan akan tetap dipertahankan di tempatnya selama ini ia mengajar.
Para guru honorer itu akan dibuatkan kontrak baru dengan tetap mengakomodir masa pengabdian selama ini mengajar, sendangkan untuk honornya akan dialokasikan melalui APBD Malut, namun nilanya masih akan dikoordinasikan dengan DPRD Malut.
SMA dan SMK di Malut nantinya tidak dibenarkan lagi mengangkat guru honorer tanpa berkoordinasi dengan Dinas Dikjar Malut, selain itu juga tidak diizinkan untuk membayar honor guru honor dengan dana Bantuan Operasioan Sekolah (BOS) karena BOS hanya digunakan untuk kebutuhan operasional sekolah.
Pengamat pendidikan dari Universitas Khairun Ternate Syarir Ahmad menyarankan kepada Pemprov Malut agar memberikan honor yang lebih layak kepada para guru honor, karena mereka memiliki kontribusi besar dalam upaya melancarkan kegiatan proses belajar mengajar di sekolah.
Honor yang diterima guru honor di Malut selama ini kurang dari Rp1.000.000 per bulan, bahkan ada yang hanya Rp250.000 per bulan dan itu jelas tidak manusiawi jika dibandingkan dengan beban tugas mereka setiap hari dan mahalnya biaya hidup di daerah ini.
Penetapan honor guru honor di Malut sebaiknya mengikuti minimal setara dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) yakni sekitar Rp1.900.000 per bulan agar dengan honor seperti itu, para guru honor bisa lebih berkonsentrasi mengajar dan tidak banyak menghabiskan waktunya untuk mencari penghasilan tambahan, yang dapat menganggu tugasnya mengajar di sekolah.
Syahiri Ahmad juga meminta kepada Diknas Dikjar Malut untuk memperhatikan peningkatan kualitas para guru honor SMA dan SMK di Malut, karena salah satu faktor penting dalam mewujudkan kualitas lulusan SMA dan SMK adalah tenaga guru yang berkualitas pula.
Upaya meningkatkan kualitas guru honor itu dapat dilakukan melalui kegiatan pelatihan secara priodik, dapat pula dengan cara mengikutkan mereka pada berbagai kegiatan seminar, lokakarya atau kegiatan lainnya yang dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan mereka.
Para guru honorer juga harus memiliki komitmen dan kemauan keras untuk terus meningkatkan kompetensinya dengan terus belajar, baik yang terkait dengan bidang studi yang diajarkan di sekolah maupun materi lainnya yang dapat mengantarkannya menjadi guru yang profesional.
Mendengarkan Keresahan Guru Honorer di Maluku Utara
Senin, 28 November 2016 12:27 WIB