Ambon, 25/2 (ANTARA News) - Kemacetan arus transportasi laut selama tujuh bulan ke Kecamatan Pulau Romang, Kabupaten Maluku Barat Daya mengakibatkan ketersediaan bahan kebutuhan pokok di daerah itu menipis.
"Hari ini terjadi krisis ekonomi di sana sebab sudah tujuh bulan tidak ada kapal penumpang yang masuk ke sana lalu bahan kebutuhan pokok juga habis karena tidak ada suplai," kata mahasiswa asal MBD, Harvy Leimahariwa di Ambon, Senin.
Harvy bersama puluhan mahasiswa yang tergabung dalam DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Ambon melakukan aksi demo ke DPRD Maluku.
Tuntutan mereka adalah mendesak komisi C DPRD Maluku selaku wakil rakyat untuk memperjuangkan beroperasinya kapal perintis dari pelabuhan Ambon kembali menyinggahi Pulau Romang karena sudah tujuh bulan mandeg.
Menurut dia, tidak adanya transportasi laut ini juga membuat warga Romang yang sakit tidak bisa berobat ke Rumah Sakit Umum di Tiakur, Ibu Kota Kabupaten MBD karena mahalnya biaya sewa kapal motor.
Ketua DPC GMNI Kota Ambon, Sujahri Somar mengatakan tidak adanya suplai bahan kebutuhan pokok karena kemacetan transportasi laut selama tujuh bulan membuat warga hanya bertahan dengan mengkonsumsi jagung.
Dia juga menunding komisi C DPRD Maluku tidak ada kepekaan samasekali terhadap kondisi masyarakat Romang karena mandegnya transportasi laut.
Karena warga Romang yang ada di Pulau Ambon juga sudah terjebak lebih dari lima bulan dan tidak bisa kembali akibat tidak ada kapal laut.
Akibatnya aspek kesehatan, ekonomi, dan aspek pendidikan di wilayah terluar itu sangat tertinggal dan terpuruk, sehingga bahan pokok pangan saja tidak ada sehingga warga bertahan dengan mengkonsumsi jagung.
GMNI juga minta DPRD provinsi melalui komisi C membentuk panitia khusus untuk melihat berbagai persoalan yang ada di Pulau Romang.
Ketua komisi C, Anos Yermias bersama Lucky Wattimury dan Inyo Pattipeiluhu yang menerima pendemo menjelaskan, persoalan transportasi laut khsususnya untuk pelayaran perintis sudah dibicarakan dengan Dishub provinsi, PT. Pelni dan instansi terkait sejak akhir 2018.
"Saat itu sudah dibahas soal rencana KM. Sabuk Nusantara 48 yang biasanya melayari rute ke Pulau Romang sesuai jadwalnya harus doking untuk keselamatan pelayaran," ujarnya.
Kemudian sejak 21 Desember 2017, Maluku dijanjikan 15 kapal perintis oleh pemerintah dan prose pembuatannya di galangan kapal Semarang, dan sampai saat ini sudah terealisasi enam kapal baru.
Enam kapal baru ini diantaranya KM Sabuk Nusantara 103, 106, 107, danyang khusus untuk KM Sabuk Nusantara 87 mengalami masalah karena kemudinya patah saat masuk pelabuhan Lirang sehingga tidak mungkin dipaksakan untuk berlayar.
"Jadi bukan kita ini tidak bekerja, sebab 15 kapal baru itu hasik lobi dan negosiasi DPRD ke pemerintah, kemudian operator kapal ini semuanya ditangani Pelni," tegas Anos.
Kemudian mengenai rute pelayaran perintis biasanya diusulkan oleh pemerintah kabupaten dan kota baru ditetapkan oleh Dinas Perhubungan laut dan bukannya ditentukan oleh provinsi.
DPRD juga menginginkan adanya kapal pengganti ketika yang lain naik dok, namun terkendala juga sebab pemerintah sudah mengalihkannya ke daerah lain.
Wakil ketua komisi, Lucky Wattimury menjelaskan, untuk membentuk pansus dalam menyikapi sebuah persoalan tidak mudah karena ada mekanismenya.
"Bentuk pansus itu tidak mudah karena harua ada unsur-unsur apa yang patut ditelusuri," katanya.
Transportasi laut macet, kebutuhan pokok menipis
Selasa, 26 Februari 2019 3:34 WIB