KEK pariwisata Banda terbentur regulasi
Rabu, 20 Maret 2019 17:04 WIB
Ambon (ANTARA) - Pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK) pariwisata Banda, kabupaten Maluku Tengah hingga saat ini masih terbentur regulasi yang belum diputuskan dewan nasional KEK.
"Kami memperjuangkan KEK pariwisata Banda sejak awal 2.000, namun, karena regulasi yang sering berubah, makanya hingga saat ini belum direalisasikan pengembangannya," kata Kabid Bidang Penelitian dan Pembangunan Daerah Bappeda Provinsi Maluku Jalaludin Salampessy, dikonfirmasi, Rabu.
Dia mengemukakan, regulasi yang sering berubah - ubah mengakibatkan Pemprov Maluku harus menyesuaikan berbagai administrasi pendukung sehingga menghambat realisasi kek tersebut.
Kemudian, sering terjadi mutasi pejabat yang menangani urusan pengembangan kek sehingga masing - masing dengan kebijakannya.
"Pemprov Maluku intensif mengikuti mekanisme yang diatur dewan nasional kek. Hanya saja, harus ada regulasi baku sehingga tidak menghambar realisasi KEK," ujar Jalaludin.
Dia mengatakan, Pemprov Maluku telah merampungkan analisa dampak lingkungan (amdal) pengembangan Banda menjadi KEK.
"Kami telah merampungkan amdal sesuai dengan arahan tata ruang, di mana undang-undang no. 26 tahun 2007 dan peraturan pemerintah (pp) no. 13 tahun 2016 tentang tata ruang nasional telah menetapkan Banda sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN)," katanya.
Pemprov Maluku mendorong Banda menjadi kek pariwisata, menyusul pada 2016 telah menyiapkann dokumen rencana induk, kajian finansial dan pariwisata.
Amdal kek Banda dilakukan Pemprov Maluku bekerja sama dengan badan pengkajian penerapan teknologi (BPPT).
Amdal yang dilakukan berkaitan dengan analisis yang mengarah pada daya dukung lingkungan dan pengaruh pada infrastrukutur serta investasi.
Menurut dia, Pemprov bersama DPRD Maluku sudah menandatangani kerja sama pada 13 Juli 2018 untuk mengusulkan penempatan salah satu daerah di Maluku agar menjadi kek pariwisata yakni Banda.
"Pemprov Maluku juga menjaring tanggapan dari warga Banda, guna mendukung pengusulan yang disampaikan," ujar Jalaludin.
Keikutsertaan masyarakat dalam memberikan tanggapan, sesuai penerapan PP no. 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan dan peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI no. 17 Tahun 2012 tentang pedoman keterlibatan masyarakat dalam proses analisasi mengenai amdal dan izin lingkungan.
Merujuk pada peraturan tersebut, maka Bappeda Maluku telah mengumumkan rencana kegiatan amdal KEK di Kepulauan Banda.
"Kegiatan amdal akan menimbulkan dampak positif maupun negatif, di mana akan terjadi perubahan bentang alam, peningkatan limbah yang dihasilkan yang dapat menimbulkan permasalahan sosial dan pencemaran lingkungan lainnya," kata Jalaludin.
Dia menyatakan, terobosan memprogramkan Banda menjadi kek membutuhkan biaya yang telah disepakati dialokasikan melalui APBD Perubahan Maluku tahun 2015.
"Jadi pengembangan Banda menjadi kek tetap menjadi bagian dari program pengembangan daerah otonom baru (DOB) yang merupakan kesepakatan Pemprov maupun DPRD Maluku," ujar Jalaludin.
Pengembangkan kek di Banda karena miliki potensi kelautan dan perikanan, pariwisata bahari maupun situs sejarah, perkebunan dengan andalannya pala serta geologi berupa kawasan gunung api.
Pemprov maupun DPRD Maluku menyepakati 13 calon kabupaten/kota yang telah diusulkan antara lain Kepulauan Terselatan, Gorom-Wakate, Kepulauan Kei Besar, Aru Perbatasan, Tanimbar Utara, Seram Utara Raya, Jasirah Leihitu, Talabatei, Buru Kayeli, Kota Bula, Kota Kepulauan Huamual, Kota Kepulauan Lease serta calon daerah kek Kepulauan Banda.
"Kami memperjuangkan KEK pariwisata Banda sejak awal 2.000, namun, karena regulasi yang sering berubah, makanya hingga saat ini belum direalisasikan pengembangannya," kata Kabid Bidang Penelitian dan Pembangunan Daerah Bappeda Provinsi Maluku Jalaludin Salampessy, dikonfirmasi, Rabu.
Dia mengemukakan, regulasi yang sering berubah - ubah mengakibatkan Pemprov Maluku harus menyesuaikan berbagai administrasi pendukung sehingga menghambat realisasi kek tersebut.
Kemudian, sering terjadi mutasi pejabat yang menangani urusan pengembangan kek sehingga masing - masing dengan kebijakannya.
"Pemprov Maluku intensif mengikuti mekanisme yang diatur dewan nasional kek. Hanya saja, harus ada regulasi baku sehingga tidak menghambar realisasi KEK," ujar Jalaludin.
Dia mengatakan, Pemprov Maluku telah merampungkan analisa dampak lingkungan (amdal) pengembangan Banda menjadi KEK.
"Kami telah merampungkan amdal sesuai dengan arahan tata ruang, di mana undang-undang no. 26 tahun 2007 dan peraturan pemerintah (pp) no. 13 tahun 2016 tentang tata ruang nasional telah menetapkan Banda sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN)," katanya.
Pemprov Maluku mendorong Banda menjadi kek pariwisata, menyusul pada 2016 telah menyiapkann dokumen rencana induk, kajian finansial dan pariwisata.
Amdal kek Banda dilakukan Pemprov Maluku bekerja sama dengan badan pengkajian penerapan teknologi (BPPT).
Amdal yang dilakukan berkaitan dengan analisis yang mengarah pada daya dukung lingkungan dan pengaruh pada infrastrukutur serta investasi.
Menurut dia, Pemprov bersama DPRD Maluku sudah menandatangani kerja sama pada 13 Juli 2018 untuk mengusulkan penempatan salah satu daerah di Maluku agar menjadi kek pariwisata yakni Banda.
"Pemprov Maluku juga menjaring tanggapan dari warga Banda, guna mendukung pengusulan yang disampaikan," ujar Jalaludin.
Keikutsertaan masyarakat dalam memberikan tanggapan, sesuai penerapan PP no. 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan dan peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI no. 17 Tahun 2012 tentang pedoman keterlibatan masyarakat dalam proses analisasi mengenai amdal dan izin lingkungan.
Merujuk pada peraturan tersebut, maka Bappeda Maluku telah mengumumkan rencana kegiatan amdal KEK di Kepulauan Banda.
"Kegiatan amdal akan menimbulkan dampak positif maupun negatif, di mana akan terjadi perubahan bentang alam, peningkatan limbah yang dihasilkan yang dapat menimbulkan permasalahan sosial dan pencemaran lingkungan lainnya," kata Jalaludin.
Dia menyatakan, terobosan memprogramkan Banda menjadi kek membutuhkan biaya yang telah disepakati dialokasikan melalui APBD Perubahan Maluku tahun 2015.
"Jadi pengembangan Banda menjadi kek tetap menjadi bagian dari program pengembangan daerah otonom baru (DOB) yang merupakan kesepakatan Pemprov maupun DPRD Maluku," ujar Jalaludin.
Pengembangkan kek di Banda karena miliki potensi kelautan dan perikanan, pariwisata bahari maupun situs sejarah, perkebunan dengan andalannya pala serta geologi berupa kawasan gunung api.
Pemprov maupun DPRD Maluku menyepakati 13 calon kabupaten/kota yang telah diusulkan antara lain Kepulauan Terselatan, Gorom-Wakate, Kepulauan Kei Besar, Aru Perbatasan, Tanimbar Utara, Seram Utara Raya, Jasirah Leihitu, Talabatei, Buru Kayeli, Kota Bula, Kota Kepulauan Huamual, Kota Kepulauan Lease serta calon daerah kek Kepulauan Banda.