Jakarta (ANTARA) - CEO Alvara Research Center Hasanuddin Ali berharap dari kerja Kepolisian dapat mengungkap siapa pihak yang mengancam untuk membunuh pimpinan lembaga survei.
"Ini ancaman yang serius dan tidak baik bagi penegakan demokrasi di Indonesia," kata Hasanuddin Ali di Jakarta, Kamis.
Hasanuddin Ali mengatakan hal itu menjawab pertanyaan ANTARA menanggapi pernyataan Karopenmas Mabes Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, di kantor Menko Polhukkam, Selasa (28/5), bahwa pimpinan lembaga survei serta empat orang tokoh nasional jadi target pembunuhan.
Menurut Hasanuddin, lembaga survei adalah lembaga yang bekerja melakukan survei, baik "quick count", "wxit poll", maupun survei persepsi publik, didasarkan pada metodelogi ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan.
Lembaga survei dalam setiap pekerjaannya, menurut dia, pasti sudah mempertimbangkan penggunaan metodelogi ilmiahnya serta tingkat akurasinya yang tinggi, sehingga hasil surveinya mencerminkan populasi yang disurvei secara akurat.
Kalau mencermati perjalanan sejarah, kata dia, lembaga survei sudah bekerja sejak awal era reformasi, ketika penyelenggara negara menerapkan pemilu legislatif dan pemilu presiden secara langsung. "Hasil survei dari lembaga survei selalu akurat, dengan 'margin error' hanya sekitar satu persen," ucapnya.
Karena itu, Hasanuddin menyayangkan, adanya ancaman terhadap pimpinan lembaga survei, karena dapat mengancam wilayah akademik yang menjadi pola kerja lembaga survei. "Jangan sampai adanya ancaman ini membuat kerja lembaga survei menjadi tidak independen dan terkekang," katanya.
Sebelumnya, Karopenmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo menjelaskan, empat orang tokoh nasional dan pimpinan lembaga survei menjadi target pembunuhan. "Dari lima orang tersebut, pimpinan lembaga survei yang menjadi target pertama untuk dibunuh," ujarnya.
Alvara harap polisi ungkap pengancam pimpinan lembaga survei
Kamis, 30 Mei 2019 16:33 WIB