Jakarta (ANTARA) - Kehadiran Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) memperlebar jalan para pegiat industri kreatif Tanah Air untuk terus berkembang hingga memberikan kontribusi dalam perekonomian nasional.
Para pegiat industri itu tersebar mulai dari sektor aplikasi dan pengembang permainan, arsitektur, desain interior, desain komunikasi visual, desain produk, fesyen, film dan animasi serta video, fotografi, kriya, kuliner, musik, penerbitan, periklanan, seni pertunjukan, seni rupa, serta televisi dan radio.
Industri fesyen dan kuliner, menurut Kepala Bekraf Triawan Munaf, bahkan memberi sumbangan terbesar untuk Produk Domestik Bruto (PDB) dari sektor ekonomi kreatif yang mencapai Rp1.105 triliun pada 2018.
Ekspor produk ekonomi kreatif sudah mencapai hampir 20 miliar dolar AS setiap tahun yang berkontribusi ke devisa negara. Bekraf menargetkan kontribusi itu dapat naik delapan persen.
Berdasarkan data Bekraf, kontribusi ekspor ekonomi kreatif pada 2015 mencapai 19,3 miliar dolar AS, tumbuh menjadi 19,99 miliar dolar AS pada 2016, kemudian menjadi 21,5 miliar dolar AS pada 2017, dan pada 2018 tumbuh menjadi 22,6 miliar dolar AS.
Pada masa depan, perekonomian kreatif diharapkan bisa jadi tulang punggung perekonomian Indonesia sebagaimana amanat Presiden Joko Widodo. Presiden Jokowi mengatakan anak-anak muda berpeluang besar untuk berkontribusi di industri kreatif.
Saat menjawab pertanyaan-pertanyaan anak muda lewat video YouTube pada Maret 2017, Jokowi mengatakan peluang tersebut masih besar untuk produk lagu-lagu, video, film, fesyen, animasi, aplikasi, desain produk, bahkan ekonomi digital yang berpeluang 130 miliar dolar AS untuk lima tahun berikutnya.
Bidang-bidang tersebut bisa digeluti anak muda dengan saling kolaborasi untuk menciptakan produk yang berdaya saing tinggi dan kompeten dengan industri kreatif negara lain.
"Dengan kolaborasi itu, saya meyakini industri kreatif Indonesia bisa bersaing, bisa berkompetisi dengan industri kreatif negara lain. Ini tantangan yang perlu dijawab anak-anak muda," ujar Jokowi.
Musik hingga kopi
Dari industri fesyen, Bekraf mengeluarkan Trend Forecast sebagai sebuah referensi tren dalam negeri yang meliputi inspirasi serta panduan soal bentuk dan warna sesuai selera pasar.
Sementara dalam industri musik, para musisi lokal didorong untuk unjuk gigi di pasar global lewat ajang internasional seperti Festival South by Southwest (SXSW) di Amerika Serikat.
Potensi ekosistem industri musik lokal juga dikembangkan lewat Musikologi yang digelar bersama Yayasan Anugerah Musik Indonesia.
Musikologi Series adalah program edukasi berbagi pengetahuan dari para ahli musik dan praktisi musik industri musik kepada para insan musik Tanah Air untuk mendapatkan pengetahuan dan wawasan baru.
Kuliner tentu tidak ketinggalan. Ada pameran Kreatifood yang mempertemukan pelaku ekonomi kratif dengan investor.
Fenomena minum kopi yang kini bergeser dari kesan "orangtua nongkrong di warung" menjadi "anak muda urban nongkrong di kafe" juga mendapatkan sorotan Bekraf.
Bekraf membuat logo kopi Indonesia yang diharap bisa jadi lambang pemersatu keragaman kopi Tanah Air. Logo berbentuk cangkir kopi yang terdiri dari gabungan kata "kopi" dan "Indonesia" itu juga dibuat untuk mendukung promosi si hitam di mancanegara.
Perjalanan kopi Nusantara juga dikupas lewat buku "KOPI: Indonesian Coffee Craft & Culture" yang diterbitkan Bekraf.
Semakin membaik
Perhatian pemerintah terhadap industri kreatif semakin membaik dari waktu ke waktu, itulah yang dirasakan oleh Faza Meonk yang menciptakan karakter fiksi "Si Juki".
"Membaik iya, ada peningkatan, tapi PR masih panjang banget," ujar Faza pada ANTARA.
Dibandingkan sektor kreatif lain seperti kuliner dan fesyen, industri komik dan animasi memang bukan penyumbang pendapatan terbesar untuk negara, tapi bukan berarti hanya berpotensi kecil.
Contohnya, "Si Juki" bukan cuma wara-wiri di Indonesia. Faza yang pernah diangkat jadi Duta Pariwisata Kehormatan Kota Seoul oleh Walikota Seoul pada 2017 membuat kolaborasi dengan salah satu karakter asal Korea Selatan untuk mengangkat citra kota Seoul dalam komik.
Tokoh itu juga bekerjasama dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman untuk mempromosikan keindahan Tanah Air lewat "Si Juki Seri Jalan-jalan Nusantara".
Kehadiran Bekraf, menurut Faza, memberikan jalan untuk bersentuhan langsung dengan pemerintah.
"Bekraf menurut saya jadi pintu masuk ke pemerintah, kalau kita sudah di-endorse Bekraf, pasti mudah masuknya ke sektor-sektor lain," kata dia.
Sejumlah orang pun mulai menyadari dunia komik dan animasi bukan sekadar komunitas hobi, melainkan juga peluang ekonomi.
Salah satu negara yang bisa jadi contoh adalah Korea Selatan yang agresif dalam memasarkan produk-produk kreatif bangsanya.
The Korea Creative Content Agency (KOCCA) mendukung para pencipta hak kekayaan intelektual (intellectual property) Negeri Ginseng untuk mengekspor produk-produknya ke berbagai negara.
KOCCA juga menempatkan kantor perwakilan mereka di Indonesia dan secara aktif mempromosikan produk-produk budaya mereka di Indonesia.
"(KOCCA) bisa dicontoh. Pemerintah kita bisa dukung (agar) menjual produk kreatif di luar negeri. Tapi (komitmen) itu balik lagi ke kreator-nya juga. Di sana (Korea) infrastrukturnya sudah kuat, jadi mereka bisa ekspor," kata Faza.
Faza menambahkan, "'Dapur' kita harus dibenarkan dulu. Gue pikir di Indonesia potensial banget konsumennya dan daya beli juga makin berkembang."
Industri kreatif Indonesia memang masih harus menempuh jalan panjang untuk berkembang sepenuhnya, tapi jalan itu bakal semakin mulus dengan kerjasama dari semua pihak.
Baca juga: Bekraf fokus wujudkan Ambon kota musik dunia
Baca juga: Bekraf fasilitasi pelaku ekonomi di Malut
Menanti mekarnya kuncup industri kreatif
Minggu, 30 Juni 2019 13:06 WIB