Ambon (ANTARA) - Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Maluku mengakui jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah ini mengalami peningkatan signifikan.
"Bayangkan saja dari periode Januari-Juni 2019, sesuai hasil kajian yang kami lakukan di Polresta Pulau Ambon saja sudah mencapai 169 kasus dan ini belum termasuk polres lainnya di Maluku," kata pengurus P2TP2A Maluku, Lusy Peilou di Ambon, Selasa.
Penjelasan Lusy disampaikan dalam rapat kerja komisi IV DPRD Maluku dengan gerakan bersama perempuan Maluku yang di dalamnya terdapat sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang perlindungan perempuan dan anak.
Belum lagi kasus-kasus serupa yang ditangani seluruh polres untuk posisi enam bulan terakhir, sehingga jumlah perkaranya tentu semakin banyak.
Menurut dia, meski pun untuk kasus KDRT mengalami penurunan tetapi kekerasan seksual terhadap anak justru berbanding terbalik dan pelakunya kebanyakan orang terdekat dari korban, termasuk ayah kandung.
Pengurus P2TP2A lainnya, Nancy Pusmiasa menjelaskan, sisi lain dari penanganan korban kekerasan seksual juga belum mendapatkan perhatian serius pemerintah daerah, khususnya SKPD terkait dalam memberikan dukungan anggaran.
"Jadi hari ini Gerakan Bersama Perempuan Maluku melakukan rapat kerja dengan komisi IV DPRD Maluku untuk menyampaikan berbagai persoalan penanganan korban kekerasan seksual, regulasi Perda yang belum memadai, hingga masalah dukungan anggaran pemerintah," ujarnya.
Sementara ketua komisi IV DPRD Maluku, Samson Atapary mengatakan, masalah yang disampaikan memang menjadi isu yang keprihatinan bersama karena kondisi perempuan dan anak merupakan kelompok yang rentan dan sering yang menjadi korban kekerasan, dan dalam konteks undang-undang memang wajib dilindungi oleh negara dalam hal ini melalui pemerintah.
Sehingga apa yang disampaikan hari ini sungguh penting dan komisi segera merespon dan menindaklanjuti dalam bentuk rapat kerja dengan dinas terkait seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Dinkes, Diknas, maupun Dinsos.
"Rapat kerja ini untuk membicarakan lebih teknis operasionalnya dalam rangka membahas kebijakan dan program karena dampak dari persoalan ini memang cukup luas di Maluku," ujarnya.
"Kita bicara sumberdaya manusia tetapi kalau basis keluarga tidak kuat pasti akan menjadi persoalan sehingga masukan ini akan menjadi agenda utama komisi pada masa sidang pertama awal tahun 2020, sebab di bulan Desember ini tidak ada lagu ruang untuk dilakukan rapat kerja," kata Samson.
Karena itu, agenda ini dimasukkan dalam masa sidang pertama tahun 2020 untuk membicarakan secara khusus membedah apa yang menjadi persoalan di lintas sektoral.
P2TP2A: Jumlah kekerasan perempuan dan anak di Maluku meningkat
Selasa, 10 Desember 2019 19:21 WIB