Ambon (ANTARA) - Wakil Ketua DPRD Maluku, Abdul Azis Sangkala mengatakan Kota Ambon belum bisa menerapkan tatanan normal baru karena masih menerapkan PSBB.
Kota Ambon baru disetujui Menkes menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada 9 Juni 2020, menyusul pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PKM) sejak 8 hingga 22 Juni 2020..
"Namun sebenarnya secara umum di Provinsi Maluku masih banyak daerah kabupaten dan kota yang masuk zona hijau yang dapat memulai penerapan normal baru," kata Wakil Ketua DPRD Maluku, Abdul Azis Sangkala di Ambon, Senin.
Hal ini semestinya dikoordinasikan oleh pemprov melalui tim gugus tugas percepatan penanganan COVID-19 agar bisa dilakukan setiap pentahapan yang ada untuk persiapan sosialisasi ke masyarakat bisa diatur, misalnya masalah waktu kerja sehingga aktivitas mulai berjalan dan dibuat aturannya.
Kemudian untuk rumah ibadah di luar Kota Ambon selama ini berjalan seperti biasa, kecuali di dalam kota ini ada beberapa tempat yang memang ditutup.
"Mungkin untuk Kota Ambon secara khusus belum bisa diterapkan era normal baru sebab baru saja diterapkan status PSBB sesuai persetujuan Menkes setelah pemberlakuan PKM antara dua sampai tiga hari," ujar politikus PKS ini.
Intinya memang terlepas dari masalah PSBB, semuanya mempersiapkan diri menghadapi kehidupan normal baru yang dijalani sebagaimana biasanya, tetapi masyarakat harus terus diedukasi.
Menurut dia, ada masalah yang kadang terabaikan oleh pemerintah dimana sosialisasi terhadap masyarakat sangat minim sehingga ada kesimpang-siuran informasi di bawah dan menyebabkan banyak problem.
"Salah satunya yang kami amati sekarang adalah minimnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam hal penanganan COVID-19 ini dimana banyak yang mulai membuat berbagai kesimpulan sendiri seperti corona ini cuma main-main, atau isu-isu dan hal yang hanya diada-adakan saja oleh pemerintah tetapi sebenarnya tidak ada," tandas Asis Sangkala.
Akibatnya tingkat kepercayaan yang rendah menyebabkan orang mulai menolak melakukan tes cepat seperti puluhan pedagang di Pasar Mardika sampai kasus-kasus perlawanan yang muncul di tempat karantina sampai membakar tenda penampungan barang, atau pengambilan jenazah secara paksa oleh keluarga korban yang terjadi di luar Maluku.
Kondisi ini menunjukkan adanya suatu 'miss informasi' yang terjadi di masyarakat bahwa salah satu penyebabnya adalah kurangnya sosialisasi, termasuk apa yang diinginkan pemerintah terhadap aktivitas di masa normal baru.
"Hal seperti ini mesti banyak diberi edukasi jangan sampai muncul persepsi masyarakat bahwa kalau sudah normal baru berarti sudah beraktivitas bebas seperti dahulu lagi," kata Asis Sangkala yang juga ketua DPW PKS Maluku ini.
Situasi inilah yang paling ditakutkan di dalam area publik seperti pasar tradisional hingga pusat-pusat perbelanjaan dan tempat piknik yang kemudian dengan aturan yang tidak jelas dan persepsi masyarakat yang keliru membuat kondisinya jadi tidak terkontrol dan bisa menimbulkan lonjakan baru untuk perkembangan corona di lapangan.
"Perwali Nomor 16 Tahun 2020 yang kurang tersosialisasi juga menimbulkan 'disthrust' di masyarakat khususnya para pedagang kaki lima di Pasar Mardika yang melakukan aksi demo pekan lalu dan rencananya akan dilanjutkan hari ini juga," akui Asis Sangkala.
Dia mengakui sudah mulai ada rasa ketidak-percayaan terhadap semua kebijakan pemerintah dan kemudian ada persepsi sendiri dari masyarakat terhadap makna dari sebuah kebijakan, seolah-olah ketika judul dari kebijakan itu dengan isinya berbeda.
Nantinya setelah PSSB baru masuk tahap selanjutnya berupa persiapan normal baru dilaksanakan sesuai waktu yang tepat, namun dari searang warga sudah diwajibkan menggunakan masker, menjaga jarak, tidak berkumpul secara masif dan selalu mencuci tangan.
DPRD Maluku: Kota Ambon belum bisa terapkan normal baru
Senin, 15 Juni 2020 13:04 WIB