Vlisingen-Ambon Evaluasi Program Penanganan Sampah
Rabu, 8 Desember 2010 18:30 WIB
Pemerintah Vlissingen, Belanda dan Pemerintah Kota Ambon, Maluku mengevaluasi program penanganan sampah sebagai bagian dari realisasi kerja sama kota kembar, yang telah dibangun sejak 2006.
Perwakilan Vlissingen, John Gillesse, di Ambon, Rabu, mengatakan, pihaknya bersama Pemkot Ambon perlu mengevaluasi program 2009 - 2010 agar menjadi pertimbangan kelanjutan kerja sama pada tahun - tahun mendatang.
"Program itu harus dievaluasi agar diketahui realisasinya efektif atau tidak. Sekiranya dilanjutkan pada tahun - tahun mendatang sudah diketahui elemen - elemen mana yang perlu dibenahi agar realisasinya bermanfaat," ujarnya.
John mengakui tim dari Vlissingen terkesan dengan kondisi Kota Ambon yang jauh lebih bersih dari tahun - tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan program pengelolaan sampah membuahkan hasil maksimal.
"Kami telah meninjau Kota Ambon pada malam hari, Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu (IPST) Desa Toisapu, Kecamatan Leitimur Selatan, Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan diskusi rencana anggaran operasional pengelolaan sampah ternyata menunjukkan perkembangan menggembirakan," katanya.
Wali Kota Ambon, Jopie Papilaja mengatakan, masalah pengelolaan sampah di Ambon penyebabnya adalah rendahnya kesadaran masyarakat untuk tertib membuang sampah pada tempatnya dan sesuai waktu yang telah ditetapkan.
"Masalah yang dihadapi Pemkot Ambon dalam upaya pengelolaan sampah adalah rendahnya kesadaran masyarakat untuk tertib membuang sampah. Ambon merupakan pusat aktivitas masyarakat dari sembilan kabupaten dan satu kota di Maluku, di samping dari sejumlah daerah di luar provinsi ini," ujarnya.
Diakui Papilaja, pada 2009 - 2010 Pemerintah Vlissingen menetapkan empat desa di Kota Ambon sebagai proyek percontohan dari program pengelolaan sampah berkelanjutan berbasis masyarakat.
"Penduduk di empat desa tersebut dibina tentang cara memisahkan sampah organik dan non organik sebelum dibuang ke TPS serta cara mengelola sampah padat secara berkelanjutan," katanya.
Selain itu, hingga saat ini 23 sekolah menerapkan pendidikan muatan lokal pengelolaan sampah, sedangkan empat sekolah ditetapkan sebagai sekolah berbudaya lingkungan (SBL), yakni SD Negeri 2 Tanah Tinggi, SD Negeri 5 Waihaong, SD Latihan Negeri I dan II PGSD.
"Empat sekolah ini menerapkan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan pengembangan lingkungan seperti pengolahan dan daur ulang sampah. Siswa diajarkan untuk menjaga dan mencintai lingkungan" katanya.
Papilaja menambahkan, kerja sama ini bertujuan memotivasi kepedulian siswa dalam memelihara lingkungan sekolah yang bersih dan asri serta diharapkan lebih mencintai dan menjaga lingkungan bukan hanya di sekolah namun di mana saja berada.
"Penerapan ini dimulai dari siswa SD karena anak-anak bisa menjadi contoh bagi orang dewasa dalam menjaga lingkungan," ujarnya.