Jakarta (ANTARA) - Akademisi Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, Sumatera Barat Feri Amsari mengatakan sedari awal sudah dicurigai bahwa keberadaan Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan digunakan sebagai alat pembenaran oleh para koruptor.
"Termasuk alat pembenaran dari kealpaan KPK dan koruptor," kata Feri Amsari saat dihubungi, di Jakarta, Selasa.
Sebagai contoh, kata dia, kasus yang menimpa dua penyidik KPK yang diberi sanksi oleh Dewas KPK yakni M Praswad Nugraha dan Muhammad Nur Prayoga.
Dewas KPK menyatakan dua penyidik tersebut melanggar kode etik dan pedoman perilaku KPK. Keduanya dinilai melakukan perundungan dan pelecehan kepada Agustri Yogaswara yang merupakan saksi dalam kasus korupsi bantuan sosial (bansos) COVID-19 yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.
Baca juga: Tes wawasan kebangsaan, KPK minta penjelasan Komnas HAM terkait pemanggilan pimpinan
Feri mengatakan dalam kasus dua penyidik tersebut, masyarakat atau publik bisa saja tidak akan fokus kepada persoalan pokok dimana kedua penyidik itu sedang menangani kasus besar yakni korupsi bansos COVID-19.
"Akibat putusan Dewas KPK, publik jadi bicara apakah dalam proses para penyidik melanggar prosedur etik," kata Feri yang juga Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Unand tersebut.
Apalagi, menurut dia, keterangan dan alat bukti yang dipahami Dewas KPK sepotong-potong, sehingga menimbulkan kesan bahwa ada isu yang lebih besar sedang ditutupi.
"Jadi kesannya bahwa ada isu lebih besar sedang ditutupi terasa sekali," ujarnya.
Baca juga: Komnas HAM kembali layangkan surat panggilan kedua untuk pimpinan KPK
Dewas KPK memutuskan dua orang penyidik dalam kasus dugaan penerimaan suap kepada mantan Menteri Sosial Juliari Batubara dari perusahaan penyedia bansos COVID-19, yaitu M Praswad Nugraha dan Muhammad Nur Prayoga terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
"Mengadili menyatakan terperiksa I M Praswad Nugraha dan terperiksa II Muhammad Nur Prayoga bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku berupa perundungan dan pelecehan terhadap pihak lain di dalam dan di luar lingkungan kerja yang diatur dalam Pasal 6 ayat 2 huruf b Peraturan Dewan Pengawas KPK No. 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK," kata Ketua Majelis Etik Harjono.
Baca juga: Waduh, KPK benarkan periksa sejumlah pejabat Pemkot Ambon
Baca juga: Eks Menteri KKP Edhy Prabowo dituntut 5 tahun penjara, begini penjelasan Jaksa