Jakarta (ANTARA) -
Calon Dewan Pengawas (Dewas) KPK Hamdi Hassyarbaini menilai pelanggaran kode etik dalam kasus mantan Ketua KPK Firli Bahuri merupakan pelanggaran yang tidak bisa dimaafkan.
Menurut dia, kasus yang menimpa Firli mulai dari kasus helikopter dan upaya pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang menjadi tersangka tindak pidana korupsi. Hal itu pelanggaran berat karena pimpinan KPK justru berkolaborasi dengan tersangka.
"Jadi saya kira itu pelanggaran etika yang sangat berat karena anda seharusnya menegakkan integritas, harus memberantas korupsi," kata Hamdi saat uji kelayakan dan kepatutan yang digelar Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan bahwa indeks persepsi korupsi sejak tahun 2019 mengalami penurunan. Menurut dia, penurunan hal itu pun ada kaitannya dengan pelanggaran etika Firli Bahuri.
Untuk itu, dia pun mengusulkan agar kedepannya KPK melaksanakan pertemuan rutin antara Pimpinan dan Dewas KPK. Paling tidak, kata dia, pertemuan itu dilakukan satu kali dalam setiap bulannya, seperti pola kerja dalam instansi-instansi swasta, antara direktur dan komisaris.
"Kita bicara apa yang dilakukan direksi, dan apakah ada pelanggaran, dan komisaris bisa memberi masukan jika direksi melenceng dari arah yang sudah digariskan," kata dia.
Sejauh ini, dia menilai pola kerja antara Dewas KPK dan Pimpinan KPK seolah-olah berjalan sendiri dan masing-masing ingin tampil. Untuk itu, dia pun ingin membenahi hal tersebut karena seharusnya pola kerja KPK tidak seperti yang saat ini terjadi.
Adapun Hamdi merupakan Calon Dewas KPK dengan nomor urut delapan, tetapi menjadi yang pertama yang diuji pada Kamis ini. Pada Rabu (20/11), Komisi III DPR RI sudah menyelesaikan uji kelayakan dan kepatutan terhadap tujuh dari 10 Calon Dewas KPK.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Calon Dewas KPK Hamdi nilai pelanggaran Firli Bahuri tak termaafkan