Pakar - SKB Sebaiknya Diganti Produk Berkekuatan Hukum
Kamis, 10 Februari 2011 15:53 WIB
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan, Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung tentang Ahmadiyah sebaiknya diganti dengan produk hukum mengikat yang masuk dalam peraturan perundang-undangan.
Kepada wartawan di Jakarta, Kamis, Refly mengatakan, SKB yang dikeluarkan pada 2008 tersebut adalah produk yang tidak dikenal dalam peraturan perundang-perundangan.
Menurut dia, SKB itu tidak memiliki kekuatan hukum karena bukan produk hukum. "SKB itu kita susah mengatakan karena bukan merupakan peraturan. Bentuk SKB saja sudah bermasalah," katanya.
Ia mengatakan produk hukum yang dapat mengikat masyarakat harus berupa peraturan. Untuk itu, ia setuju apabila materi SKB ini ditingkatkan menjadi undang-undang yang lebih mengikat.
"Tapi kalau dijadikan UU, UU itu tidak boleh membatasi hak asasi manusia yang telah dijamin dalam konstitusi, hak tersebut antara lain memeluk agama dan keyakinan," katanya.
Lebih lanjut ia menegaskan UU itu adalah produk dari wakil rakyat. Walaupun UU dibuat atas kehendak rakyat, tetapi tidak boleh melanggar konstitusi, dalam hal ini adalah hak orang lain.
Sebelumnya, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan meminta Pemerintah mencabut SKB tiga menteri terkait keberadaan jamaah Ahmadiyah Indonesia dan menggantinya dengan aturan perundangan yang lebih tegas.
"Fraksi PDI Perjuangan DPR meminta Pemerintah segera mencabut SKB (surat keputusan bersama) tiga menteri dan jangan sampai ranah ini (Ahmadiyah) menjadi abu-abu," kata pimpinan Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, Puan Maharani di Gedung DPR RI, Rabu (9/2).
Menurut Puan, Fraksi PDI Perjuangan mengusulkan pemerintah menerbitkan aturan perundangan yang tegas perihal kehidupan beragama yakni dalam bentuk undang-undang.
Sesuai dengan amanah konstitusi, kata dia, setiap warga negara Indonesia (WNI) berhak memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai ajaran agama dan kepercayaannya masing-masing.
Sementara itu, pemerintah saat ini tengah mengevaluasi pelaksanaan dari SKB tentang Ahmadiyah, menyusul sejumlah kasus bentrokan yang melibatkan warga dengan Jamaah Ahmadiyah. Kasus terbaru, terjadi di Cikeusik, Pandeglang, Minggu (6/2), yang menimbulkan korban jiwa.
Menko Polhukam Djoko Suyanto mengatakan, evaluasi SKB yang dilakukan oleh Kementerian Agama harus dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh.
"Jangan salahkan SKB karena SKB dibuat bersama-sama dan melalui proses. Karena itu, dalam evaluasi oleh Menteri Agama harus menyeluruh," katanya di sela-sela mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam kunjungan kerja di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Selasa (8/2).