Ambon (ANTARA) - "Makan ikan di Maluku sensasinya beda. Di sini ikannya mati sekali saja. Jadi rasa daging ikannya gurih dan lezat," kata artis Denada Tambunan usai menyantap ikan kuah kuning di salah satu restoran di Kota Ambon pada akhir Mei 2022.
Pujian artis serbabisa tersebut menegaskan betapa lezat menyantap masakan berbahan ikan segar. Memasak ikan segar memang jadi menu andalan di restoran besar dan mewah hingga kelas kali lima di Ambon dan Maluku pada umumnya karena wilayah itu terkenal kaya akan potensi perikanannya.
Sebagai provinsi dengan karakteristik kepulauan, maka laut menjadi sumber penting bagi kehidupan masyarakatnya. Luas laut Maluku sebesar 92,4 persen atau 658.294 km2 dari keseluruhan luas wilayahnya 712.479 kilometer persegi, dengan jumlah pulau 1.024 buah, 331 pulau di antaranya tidak berpenghuni.
Baca juga: Menteri KKP sebut Potensi hasil laut Maluku senilai Rp117 Triliun, apa kabar proyek LIN?
Laut yang kaya membuat Pemerintah Indonesia pada 2010 menggagas Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN). Pertimbangannya kekayaan sumber daya laut dan lokasi geografi sangat strategis di antara Samudera Hindia dan Pasifik.
Sejak itu, berbagai pertemuan, pembahasan, serta koordinasi dilakukan secara intens oleh Pemerintah Provinsi Maluku dengan Pemerintah Pusat agar LIN dapat segera diwujudkan, bukan hanya wacana untuk menyenangkan hati masyarakat Maluku.
Namun, lebih dari 10 tahun program lumbung ikan nasional tidak juga ditetapkan. Berbagai dokumen perencanaan yang sudah disusun Pemprov Maluku tidak ditindaklanjuti, bahkan dokumennya hilang saat Menteri Kelautan dan Perikanan dijabat Susi Pudjiastuti.
Padahal Susi saat Sidang Paripurna DPRD Provinsi Maluku pada 11 Desember 2014 menjanjikan Maluku akan memperoleh alokasi dana Rp1 triliun sebagai implementasi dari program LIN untuk membangun industri perikanan di provinsi tersebut.
Kekayaan laut yang sangat berlimpah di Maluku dikatakan karena provinsi tersebut diuntungkan secara geografis karena letaknya ada di antara dua samudera dunia, yakni Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Meski kaya dari sisi sumber daya laut, disebutkan produksi perikanan Maluku masih kalah jauh dari provinsi lain seperti DKI Jakarta dan Jawa Timur. Salah satu sebabnya karena dulu Maluku menjadi lokasi utama penangkapan ikan untuk kapal ikan asing (KIA).
Tentang rencana pembangunan LIN di Maluku, Pemerintah Pusat kala itu juga telah memasukkannya dalam dokumen Rencana Strategis (Renstra) KKP untuk tahun buku 2015-2019. Bersamaan dengan itu juga dilakukan penyusunan Peraturan Presiden RI tentang LIN.
Baca juga: KSP pastikan proyek Lumbung Ikan Nasional Maluku terus berjalan, tepis isu pembatalan
Karena belum ada perkembangan signifikan, Murad Ismail yang baru menjabat Gubernur Maluku memprotes kebijakan Menteri Susi, terutama ihwal moratorium yang dinilai merugikan Maluku.
Sejak pemberlakuan moratorium, tercatat ada 1.600 kapal yang melaut dan menangkap ikan di Laut Aru. Namun, tidak ada satu pun anak buah kapal (ABK) asal Maluku yang dipekerjakan di kapal-kapal tersebut.
Begitu pun setiap bulan ikan dari perairan Arafura diangkut untuk diekspor. Namun, Maluku tidak mendapatkan apa-apa dari ekspor itu. Hal lain yakni aturan 12 mil lepas pantai yang menjadi kewenangan pusat dinilai merugikan Maluku karena nelayan Maluku dilarang melakukan penangkapan di zona tersebut.
Memenuhi Persyaratan
Selain kaya sumber daya perikanan, Maluku juga menjadi satu-satunya provinsi di Indonesia yang memiliki semua persyaratan dan ketentuan teknis yang dibutuhkan untuk ditetapkan sebagai LIN.
Sejak LIN dikumandangkan Presiden SBY pada 10 Agustus 2010, sejumlah program mulai disusun, mulai dari penandatangan nota kesepahaman antara Menteri Kelautan dan Perikanan saat itu, Sharif Cicip Sutardjo dan mantan Gubernur Maluku Said Assagaf, tentang Pengelolaan SDA Kelautan dan Perikanan dalam rangka mendukung Maluku LIN yang ditindaklanjuti dengan Pergub tentang Pembentukan Badan Pengelola LIN Provinsi Maluku.
Baca juga: Maluku miliki semua persyaratan jadi lumbung ikan nasional, begini penjelasannya
Beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi LIN tertuang dalam rancangan Perpres tentang Maluku LIN, di antaranya minimal memiliki dua Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). Maluku memiliki tiga WPP yakni WPP 714 (Laut Banda dan sekitarnya), WPP 715 (laut Seram dan sekitarnya), dan WPP 718 (Laut Arafura dan sekitarnya).
Syarat kedua yakni kepemilikan potensi sumber daya ikan minimal 20 persen sesuai Permen KP No.17 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis KKP tahun 2020-2024. Adapun sumber daya ikan yang dimiliki Maluku pada tiga WPP tersebut tercatat 4,6 juta ton per tahun atau sebesar 37 persen dari potensi sumber daya ikan nasional yakni 12,5 juta ton per tahun.
Syarat ketiga yang perlu dipenuhi yakni produksi perikanan minimal sembilan persen. Maluku sendiri rata-rata produksi perikanan dalam 5 tahun terakhir tercatat sekitar 500 ribu ton per tahun, atau setara dengan 12 hingga 14 persen dari produksi ikan nasional.
Kemudian syarat terakhir yang perlu dimiliki yakni minimal ada pusat pelayanan perikanan terpadu di daerah. Di Maluku saat ini ada dua pusat perikanan secara nasional yaitu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Tantui Ambon dan PPN Kota Tual.
Angin segar
Setelah nyaris tenggelam, perjuangan Maluku LIN mendapat angin segar lagi saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengunjungi Kota Ambon pada Maret 2021. Kala itu Presiden menegaskan pemerintah segera membangun Ambon New Port (ANP), bagian dari implementasi Maluku sebagai lumbung ikan nasional, yang ditargetkan rampung tahun 2023.
Belakangan Presiden Jokowi memutuskan LIN di Maluku sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) sebagai bagian dari proyek unggulan yang sudah pasti akan diwujudkan dan direalisasikan pemerintah.
Sebagai tindak lanjut keputusan Presiden itu, sejumlah menteri bolak-balik ke Ambon untuk membahas pembangunan megaproyek itu, di antaranya Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Ladahalia.
Ketiga menteri pun turun bersama meninjau calon lokasi seluas 700 hektare di Desa Waai dan Liang, Pulau Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, yang akan dibebaskan untuk lokasi pembangunan pelabuhan terintegrasi, termasuk sinkronisasi kebijakan guna mempercepat pelaksanaan ANP agar bisa beroperasi pada tahun 2023.
Berbagai langkah cepat yang dilakukan pemerintah disambut penuh sukacita oleh komponen masyarakat karena asa yang tersimpan selama lebih dari 10 tahun seakan segera terwujud.
Baca juga: DPRD Maluku soroti kepastian program ANP dan LIN
Namun Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyatakan PSN batal dibangun di lokasi itu. Pertimbangannya, di lokasi ditentukan di Desa Waai dan Liang di Pulau Ambon, terdapat gunung berapi aktif di dasar laut serta penyebaran ranjau-ranjau dari sisa Perang Dunia II di sekitar lokasi rencana pembangunan kedua PSN tersebut.
Anggota DPR RI Dapil Maluku Hendrik Lewerissa mempertanyakan keseriusan pemerintah melanjutkan pembangunan ANP saat rapat dengar pendapat Komisi VI bersama Menteri Bahlil pada 9 September 2022. Kelanjutan proyek tersebut penting karena karena ANP dapat mengangkat derajat kesejahteraan orang Maluku, agar dapat berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan saudara-saudara sebangsa dan setanah air.
Menurut Menteri Bahlil, desain pertama ANP menggunakan APBN, namun dalam prosesnya formulasi pendanaan dilakukan secara sharing antara pemerintah dan swasta. Pembiayaan pemerintah melalui pembebasan lahan dan mencari investor dengan beberapa pengelompokan atau zonasi dalam wilayah penangkapan agar bernilai ekonomi.
Akan tetapi dalam perjalanan proses pembebasan lahan untuk pembangunan Pelabuhan Ambon Baru menjadi terhambat karena harga tanah yang melambung tinggi, di luar dari perkiraan pemerintah.
Sebenarnya, sejumlah investor dari China dan beberapa negara Eropa telah bersedia membantu pendanaan. Namun saat ini sedang dilakukan perhitungan ulang karena harga tanah melonjak tinggi. Masalah lain yakni relokasi pelabuhan yang digunakan Pelindo di Kota Ambon dan digabungkan dengan Ambon New Port, atau tetap di Pelabuhan Yos Sudarso.
Saat ini, kelanjutan pembangunan ANP dan LIN di Maluku, masih menunggu hasil komunikasi efektif Pemprov Maluku dengan Pemerintah Pusat. Jalan untuk mewujudan proyek tersebut mungkin masih panjang.
Namun, bila kelak terealisasi, gurihnya ikan yang diolah menjadi berbagai produk bermutu buatan Maluku dapat dinikmati berbagai kalangan dengan harga lebih terjangkau.
Baca juga: Legislator harap persoalan lahan jangan hambat program LIN di Maluku