Ambon (ANTARA) - Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Ambon, Maluku, mengukuhkan Prof Dr Yance Z Rumahuru, MA yang merupakan Rektor IAKN sebagai guru besar dalam bidang Ilmu Agama dan Lintas Budaya.
Pengukuhan guru besar IAKN dilakukan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Agama (Kemenag) Prof. Dr. Nizar Ali, M.Ag, saat Sidang Senat Terbuka IAKN, di Ambon, Senin.
Sekjen menyatakan, perguruan tinggi harus mampu menghadirkan perguruan tinggi yang menjamin bahwa budaya organisasi yang dikembangkan telah berorientasi pada pemenuhan ketrampilan abad 21.
Baca juga: Untuk wujudkan "food estate", inilah empat pilar pendukungnya versi Guru Besar IPB
Ketrampilan abad 21 tidak lepas dari prinsip pendidikan universal yang dirilis oleh UNESCO yakni Learning to know, yakni lingkungan belajar atau proses pendidikan di perguruan tinggi harus mendukung mahasiswa memperoleh pengetahuan baru yang relevan (bermakna) bagi dirinya.
Learning to do yakni prinsip ini mendorong bahwa lingkungan perguruan tinggi harus mampu membekali berbagai kompetensi yang mendukung mahasiswa untuk dapat berkarya sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.
Ketiga learning to be, untuk menjadi seseorang yang unggul, tidak cukup hanya dibekali dengan intelektual, tapi juga harus didukung dengan kepribadian yang unggul, yaitu pribadi yang memegang teguh prinsip kebenaran, kejujuran, dan berkarakter.
"Dan terkahir Learning to life together, prinsip ini sangat bermakna bagi kehidupan di abad 21," katanya.
Baca juga: Diapresiasi. Unpatti Ambon kukuhkan guru besar Bahasa Jerman
Rektor IAKN, Yance Z Rumahuru dalam pidato pengukuhan dengan judul Advokasi tata kelola keragaman menyatakan, Indonesia saat ini memerlukan solusi membangun harmoni sosial dalam kemajemukan yang dimiliki mewujudkan amanah Undang-Undang Dasar 1945, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun perdamaian antar bangsa.
Tantangan ke arah itu terlampau besar, salah satunya adalah relasi antar kelompok etnik dan agama yang masih perlu dikelola.
Selain itu masih terdapat pelanggaran dan pembatasan hak beragama yang berdampak pada ketidakterimaan antar kelompok dan potensi konflik yang mengancam disintegrasi bangsa. Dalam lain perkataan, kelalaian mengelola keragaman akan mengancam keutuhan negara kesatuan republik Indonesia.
Ia menyatakan, advokasi dan tata kelola keragaman dipandang penting dan strategis untuk menata relasi-relasi yang seimbang dan berkeadilan atau moderasi beragama dan mengelola keragaman, mendukung kebebasan beragama, menjaga keselarasan dalam relasi antar etnik dan agama, serta pemeliharaan kerukunan atau harmoni sosial.
Baca juga: Unpatti Ambon kukuhkan guru besar sosiologi pedesaan
Respon terhadap masalah pengelolaan keragaman di Indonesia telah mendapat perhatian serius ilmuan atau akademisi dan praktisi di Indonesia melalui berbagai kajian dan program strategisnya.
Beberapa lembaga independen yang memberi perhatian serius terhadap hal ini patut di sebut antara lain, Dian Interfidei,The Wahid Institut, Setara Institut, PUSAD Paramadina.
Sementara untuk perguruan tinggi yang menonjol dalam memproduksi pemikiran terkait pengelolaan keragaman di Indonesia antara lain Center for Religious and Cross Cultural Studies (CRCS) Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
"Disamping Perguruan Tinggi Keagamaan yang ada di Indonesia, dan tentu Kementerian Agama sendiri dalam sejumlah kebijakan dan program strategisnya," katanya.
Baca juga: Unpatti Ambon kehilangan Guru Besar Oseanografi Biologi Abraham Semuel Khouw