Ambon (ANTARA) - Sebuah patung setinggi 7 meter berdiri di ujung kampus Universitas Pattimura, Kota Ambon, Maluku.
Karena patung berada di pinggir jalan utama, membuat setiap orang yang melintas, baik mahasiswa atau pengguna jalan, pasti melihat patung tersebut.
Namun, tak banyak orang yang tahu siapa sebenarnya sosok patung yang berada di kompleks Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura itu.
Dialah Gerrit Agustinus Siwabessy, ilmuwan dan politikus Indonesia yang pernah menjabat sebagai Menteri Badan Tenaga Atom Nasional pada 1964 dan Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 1966 hingga 1978 pada masa pemerintahan Presiden Soekarno hingga Presiden Soeharto.
Tak hanya dikenal sebagai politikus dan mantan Menteri Kesehatan RI, Siwabessy juga disebut sebagai Bapak Atom Indonesia.
Gerrit Agustinus Siwabessy, atau G.A Siwabessy lahir di Ullath, Saparua, Maluku pada 19 Agustus 1914.
Terlahir dari pasangan petani cengkih, Enoch Siwabessy dan Nace Manuhuttu, Siwabessy merupakan anak bungsu dari empat bersaudara.
Pada usianya yang baru menginjak 1 tahun, Siwabessy harus kehilangan ayahnya, yang meninggal karena sakit. ibunya pun memutuskan untuk menikah lagi dengan seorang guru terpandang, yakni Yakob Leuwol.
Memiliki ayah sambung yang berprofesi sebagai seorang guru membuat Siwabessy kecil dapat mengenyam pendidikan sekolah dasar hingga menengah.
Meski begitu, pada masa itu, tak mudah bagi Gerrit untuk tetap bersekolah di tengah situasi perang di Indonesia.
Siwabessy kecil harus menempuh perjalanan yang cukup jauh ke sekolah, kedua kakaknya pun sering bergantian menggendong Siwabessy kecil untuk menempuh perjalanan jauh.
Berkat jerih payah dan kekompakan keluarganya itu, pada 1931, Siwabessy berhasil menyelesaikan studi setingkat SMA di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, (MULO), di Kota Ambon.
Prestasinya yang gemilang di MULO mengantar Siwabessy menjadi penerima beasiswa untuk meneruskan pendidikan kedokteran ke Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS), Surabaya.
Di NIAS inilah Siwabessy dipanggil dengan julukan Upuleru, yang dalam bahasa tanah (tanah/asli) Maluku Tengah artinya “dewa” atau ”pelindung”.
Sebutan ini terus dipakai oleh teman-temannya semasa perjuangan 1945. Itu sebabnya ketika Siwabessy menulis memoarnya yang diterbitkan oleh Gunung Agung pada 1979, disepakati judul memoar tersebut ”Upuleru”.
Singkat cerita, Siwabessy lulus dari NIAS pada 1941 itu langsung diminta oleh Belanda dan dipekerjakan sebagai dokter penuh dengan fasilitas sangat memadai pada pusat pengeboran perusahaan minyak Belanda, Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) di Cepu, Jawa Tengah.
Pada Maret 1942 tentara Jepang memasuki Indonesia sehingga timbullah kekacauan yang mengharuskan semua orang Eropa dan para dokter yang berdinas di BPM Cepu harus mengungsi ke Surabaya.
Di kota itu Siwabessy bertemu dengan dr. Sutjahyo, kawan lamanya di NIAS yang memegang kedudukan penting di Bagian Radiologi dan Bagian Paru-paru Rumah Sakit Simpang, Surabaya.
Ia meminta bantuan Siwabessy untuk memimpin bagian radiologi.
Keahlian Siwabessy pada bidang radiologi di kemudian hari juga terasah oleh para seniornya, D. R.M. Notokworo dan Dr. Abdulrachman Saleh.
"Sebetulnya beta (saya) tidak terlalu tertarik pada radiologi. Semasa mahasiswa, beta lebih banyak tertarik pada fisika dan karena hubunganku dengan dr. Latumeten, Kepala Rumah Sakit Jiwa Lawang, beta tertarik pula pada bidang psikiatri (ilmu jiwa klinis). Namun demi kelangsungan hidup, beta rela bekerja dalam bidang radiologi. Dengan demikian beta masuk ke bidang yang sama sekali baru bagiku. Tidak kuduga ketika itu, bahwa keputusan yang kuambil secara terpaksa ini akan menentukan jalan hidup kemudian, baik pada masa krisis pada pendudukan Jepang maupun dalam masa revolusi dan masa merdeka," tulis Siwabessy dalam memoarnya "Upuleru".
Pada 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, di situlah titik awal Siwabessy muda yang aktif pada organisasi mahasiswa Maluku, semakin giat memperjuangkan kembali hak-hak bangsa Indonesia.
Hingga pada 1949 dr. Leimena, Menteri kesehatan RI saat itu, merekomendasikan agar Siwabessy melanjutkan pendidikan di bidang radiologi.
Saat memperdalam bidang radiologi itu, Siwabessy banyak berkenalan dengan para ahli atom dari bidang terkait, seperti fisika nuklir, kimia, biologi, fisika-radiasi, kimia-radiasi, biologi radiasi, dan radioterapi.
Selain itu Siwabessy juga melihat bahwa pengobatan kanker di London sudah banyak menggunakan hasil penemuan dan penyinaran atom.
Hal-hal inilah banyak memberi wawasan baru yang kelak di kemudian hari diterapkan di Indonesia.
Karya Siwabessy kini juga terukir di Departemen Radioterapi di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Pada 1952 Amerika Serikat berhasil meledakkan bom hidrogen pertama berkode Ivy Mike di Atol Eniwetok, Kepulauan Marshall, Samudera Pasifik.
Bagian dari rangkaian percobaan bom nuklir yang sudah dimulai sejak 1948 (berakhir 1958; total 43 percobaan) di kepulauan tersebut.
Khawatir terhadap dampak percobaan bom nuklir tersebut bagi Indonesia, Presiden Soekarno menunjuk Lembaga Radiologi Departemen Kesehatan yang dipimpin oleh Siwabessy untuk mengatasi masalah ini.
Pada 1954, dibentuklah Panitia Penyelidikan Radioaktivitas dan Tenaga Atom yang diketuai Siwabessy dengan para anggotanya, terdiri atas elemen-elemen Angkatan Darat, Angkatan Udara, Badan Metereologi, (UI), Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan RSPAD Gatot Subroto.
Siwabessy pun membentuk Lembaga Tenaga Atom yang berada di bawah Sekretariat Negara dan Siwabessy sebagai direkturnya.
Selain itu negara juga memandang perlu agar didirikan fakultas yang mempelajari ilmu dasar di bidang fisika, kimia dan matematika untuk menghasilkan tenaga ahli. Lagi-lagi Siwabessy ditunjuk pemerintah untuk mewujudkannya.
Ia pun menjadi pendiri Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam Universitas Indonesia, Siwabessy ditunjuk sebagai Dekan FIPIA UI pertama (1963-1965).
Hingga pada tahun 1962 Presiden Soekarno meresmikan berdirinya Badan Tenaga Atom Nasional (Batan), berada langsung di bawah presiden, dan Siwabessy sebagai Direktur Jenderal pertama Batan.
Pada 1965 ia diangkat sebagai Menteri Badan Tenaga Atom Nasional.
Hingga di suatu malam yang tenang pada 11 November 1982, Siwabessy mengembuskan napas terakhirnya di Jakarta.
Bintang Mahaputera
Atas jasa-jasanya yang sangat besar dalam memajukan tenaga atom di Indonesia, seperti membangun reaktor nuklir dan banyak penelitian penting lainnya, Siwabessy yang adalah juga Bapak Atom Indonesia, menerima Bintang Mahaputera III pada 1976.
Namanya juga diabadikan oleh negara pada sebuah reaktor nuklir terbesar di Asia Tenggara berkekuatan 30 MW yaitu Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy, berlokasi di Serpong, Tangerang, Jawa Barat, yang diresmikan Presiden Soeharto pada 20 Agustus 1987.
Pada patung Siwabessy di kompleks Fakultas Kedokteran Unpatti, tertulis beberapa pesan Presiden RI, Soekarno kepada Siwabessy.
"Gantungkan cita-citamu setinggi langit, Gerrit!," Pesan Soekarno kepada Siwabessy dalam memoar berjudul "Upuleru".
Pahlawan Nasional
Saat ini Pemerintah Provinsi Maluku sedang mengusulkan penganugerahan Gerrit Siwabessy sebagai pahlawan nasional Republik Indonesia.
Wakil Gubernur Maluku Barnabas Natanhiel Orno menilai mendiang Prof. Dr. Gerrit Agustinus Siwabessy layak dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia.
"Saya atas nama pemerintah provinsi Maluku dan juga masyarakat Maluku menyatakan dengan resmi bahwa Siwabessy tidak ada alasan untuk tidak dikukuhkan, tidak disahkan sebagai seorang Pahlawan Nasional," kata Orno dalam seminar nasional pengusulan Prof G. A. Siwabessy sebagai Pahlawan Nasional di Ambon, Kamis.
Wagub Orno menjelaskan Siwabessy yang merupakan seorang dokter radiologi memiliki andil dan jasa dalam beberapa momen penting untuk bangsa.
Di antaranya pernah diserahi tugas oleh pemerintah untuk mengembangkan teknologi nuklir di Indonesia.
Pada 1954, Siwabessy juga pernah ditunjuk pemerintah sebagai Ketua Panitia Penyelidikan Radioaktivitas dan Tenaga Atom yang bertugas menyelidiki dampak ledakan bom hidrogen Amerika di Pasifik.
"Siwabessy telah memenuhi seluruh syarat, semua unsurnya. Akademisi, seorang pejuang, juga budayawan," jelas Orno.
Siwabessy juga pernah meletakkan fondasi pembangunan kesehatan nasional melalui stabilisasi sosial politik dan sosial ekonomi serta mengusahakan manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohani.
Selain itu Siwabessy juga turut terlibat dalam organisasi kepemudaan (Jong Ambon) dalam memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Siwabessy, Bapak Atom Indonesia dari Maluku