London (Antara Maluku) - Amnesti Internasional menyerukan pembebasan segera dan tanpa syarat untuk sekelompok aktivis, termasuk mahasiswa yang ditahan lantaran bergabung dalam Barisan Damai di Manokwari, Papua Barat untuk memprotes ketidakadilan dan pelanggaran HAM oleh aparat keamanan Indonesia terhadap warga Papua.
Amnesti Internasional juga mendesak pemerintah Indonesia mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77/2007 yang melarang logo atau bendera daerah digunakan organisasi separatis, demikian keterangan Josef Benedict dari Amnesty Internasional yang bermarkas di London, Kamis.
Amnesty International yakin peraturan itu bertentangan dengan semangat UU Otonomi Khusus Tahun 2001 yang memberikan orang Papua mempunyai hak untuk mengekspresikan identitas budaya mereka tanpa mengabaikan pengibaran bendera merah putih.
Larangan membentangkan bendera ini tidak bisa dianggap alasan yang sah untuk membatasi kebebasan berekspresi dan berasosiasi seperti yang diatur dalam ICCPR.
Amnesty International menyadari sedikitnya 90 aktivis politik di propinsi Maluku dan Papua yang telah dipenjara semata-mata untuk kegiatan politik damai mereka.
Amnesty International menganggap mereka "tahanan hati nurani" atau "prisoner of conscience" dan menyeru untuk pembebasan mereka segera dan tanpa syarat.
Amnesty International tidak mengambil posisi apapun mengenai status politik dari setiap provinsi Indonesia, termasuk desakan untuk kemerdekaan.
Namun mereka percaya hak untuk kebebasan berekspresi, termasuk hak untuk melakukan advokasi secara damai referendum, kemerdekaan, atau solusi politik lainnya.
Melkianus Bleskadit aktivis Papua dipenjara di provinsi Papua Barat atas keterlibatannya dalam protes damai dan pembentangan bendera kemerdekaan.
Hukumannya menyoroti penggunaan terus undang-undang represif untuk mengkriminalisasi aktivitas politik damai di provinsi ini.
Perjalanan berakhir di lapangan Penerangan di Manokwari yang menjadi lokasi aktivis politik lainnya berkumpul untuk memperingati ulang tahun kemerdekaan "Melanesia Barat".
Selama upacara mereka membentangkan bendera "Bintang 14", simbol kemerdekaan Melanesia Barat itu, unit Dalmas dari Polres Manokwari menangkap tujuh aktivis politik.
Ketujuh aktivis adalah Melkianus Bleskadit, Daniel Yenu (pendeta), dan lima mahasiswa yakni Jhon Wilson Wader, Penehas Serongon, Yance Sekenyap, Alex Duwiri dan Jhon Raweyai.
Semuanya dituduh "makar" dengan dijerat Pasal 106 KUHP Indonesia yang membawa hukuman maksimum penjara seumur hidup, dan dengan tuduhan "menghasut" sesuai Pasal 160 KUHP Indonesia.
Pada 18 Agustus lalu, Melkianus Bleskadit dihukum dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Manokwari, sedangkan Daniel Yenu dijatuhi hukuman tujuh bulan dan 16 hari penjara pada tanggal 23 Agustus 2011.
Daniel Yenu dibebaskan karena telah menghabiskan lebih dari delapan bulan dalam penahanan.
Sementara itu, pengadilan lima mahasiswa sedang berlangsung. Pengacara Daniel Yenu menyuarakan keprihatinan tentang proses persidangan.
Pengacaranya menyatakan barang bukti tidak berasal dari lokasi kejadian yang ditampilkan selama persidangan dan Daniel Yenu dibawa ke pengadilan 16 Agustus lalu karena dipaksa oleh hakim untuk mengikuti persidangan tanpa kehadiran pengacara yang telah menyiapkan nota pembelaan tersebut.
Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang juga menempatkan Indonesia merupakan negara anggota, serta Undang-undang Dasar Indonesia juga menjamin hak kebebasan berkumpul, berekspresi, pendapat dan berasosiasi secara damai.
Sementara itu, pemerintah Indonesia memiliki kewajiban dan hak untuk mempertahankan ketertiban umum dan memastikan setiap pembatasan untuk kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai tidak melebihi dari yang diizinkan di bawah hukum HAM internasional.
Amnesti Internasional Serukan Pembebasan Aktivis Papua
Kamis, 25 Agustus 2011 10:21 WIB