Ambon (ANTARA) - Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah mengaku menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Keperawatan yang dinilai tidak esensial.
Rancangan undang-undang (RUU) tersebut adalah RUU tenaga kesehatan dengan omnibus law yang implikasinya akan mencabut UU nomor 38 tahun 2014 tentang keperawatan
"Kalau dicabut dengan dimasukkan berbagai hal yang esensial, itu tidak apa-apa. Tapi kalau dicabut, dengan tidak mencantumkan hal esensial yang ada di undang-undang keperawatan itu masalah bagi kami" kata Harif, di Ambon, Senin.
Menurutnya, PPNI berjuang hari demi hari untuk memperbaiki performa dari perawat Indonesia, dengan berdasarkan pada undang-undang keperawatan.
Sayangnya, PPNI mengalami dilema besar, saat sedang semangat-semangat membangun profesi, di sisi lain ada satu kondisi dimana pemerintah dan DPR akan membuat satu RUU yang akan berdampak tenaga kesehatan.
Atas RUU tersebut, lanjut Harif, PPNI mengambil sikap protes dan menolak untuk rancang UU itu yang secara terburu-buru disahkan.
"Kita harap DPR dan pemerintah mau duduk bersama lagi, lebih sabar dan rinci serta komprehensif. Karena sekali diketuk, UU itu berimplikasi yang luar biasa," ujarnya.
Ia mengatakan, PPNI dan perawat Indonesia ingin mengambil peran dalam sistem kesehatan di Indonesia.
Kata dia, selama ini peran perawat dirasakan tetapi tidak terlalu diakui oleh masyarakat bawah. Padahal, perawat punya peran penting dalam pelayanan kepada masyarakat.
"Memang itu diterima masyarakat. Tapi kami juga ingin bahwa apa yang kami berikan kepada masyarakat, selain dirasakan juga diakui sebagai bentuk pelayanan yang profesional," ucapnya.