Ternate (ANTARA) - Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Maluku Utara (Malut) menyatakan peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) menjadi momentum tepat untuk upaya penguatan peran keluarga dalam mempercepat penurunan prevalensi stunting.
"Dua amanah yang diberikan negara kepada BKKBN yaitu menjaga penduduk tumbuh seimbang dan mewujudkan keluarga berkualitas, di bidang kependudukan Indonesia saat ini mengalami titik balik dikarenakan Program Keluarga Berencana selama ini sudah sukses mengantarkan kepada TFR (Total Fertility Rate) Nasional di angka 21,4 persen, sehingga tantangan tidak lagi terfokus pada pengendalian kuantitas penduduk, mencegah ledakan penduduk dan menekan jumlah kelahiran," kata Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Malut Nuryamin dihubungi di Ternate, Rabu.
Ia menyebutkan tantangan penting yang dihadapi berupa kesenjangan TFR antarwilayah dan upaya percepatan peningkatan kualitas penduduk.
Peringatan Harganas ke-30 mengusung tema “Menuju Keluarga Bebas Stunting untuk Indonesia Maju”.
Harganas diperingati setiap 29 Juni dan untuk 2023 ini, puncak peringatan Harganas ke-30 tingkat Provinsi Malut digelar secara meriah di Kantor Perwakilan BKKBN Provinsi Maluku Utara pada Rabu (18/7) yang diikuti para kepala instansi vertikal, kepala dinas lingkup Pemprov Malut, para kepala organisasi perangkat daerah (OPD) KB kabupaten dan kota, mitra kerja, penyuluh KB, kader, tim pendamping keluarga, dan Forum Genre.
Turut hadir dalam kegiatan ini, Gubernur Malut K.H. Abdul Gani Kasuba, Danrem 152/Baabullah Brigjen TNI Elkines Villando Dewangga, Sekda Provinsi Malut Samsuddin Abdul Kadir, Ketua TP PKK Provinsi Malut Faoniah Jaohar Kasuba, Ketua Dharma Wanita Persatuan Provinsi Malut Darmawati Samsuddin, Ketua TP PKK Kota Tidore Kepulauan Safia Ali Ibrahim, Ketua TP PKK Kabupaten Halmahera Barat Meri Uang Popala, dan Wakil Ketua TP PKK Kabupaten Halmahera Barat Yuliyanti Amir.
Dia menyatakan kualitas penduduk dan keluarga memegang peranan penting dalam pemanfaatan kesempatan bonus demografi yang harus dapat ditransformasikan menjadi bonus kesejahteraan.
"Sebagaimana kita ketahui bahwa celah bonus demografi akan berakhir sekitar Tahun 2035 sehingga kesempatan ini harus bisa dimanfaatkan melalui percepatan peningkatan kualitas SDM dan salah satu faktor penentunya adalah percepatan penurunan stunting," katanya.
Nuryamin menjelaskan Indonesia telah mengalami tren penurunan prevalensi stunting yang cukup signifikan dari tahun ke tahun.
Namun, katanya, masih berada di atas ambang batas standard Badan Kesehatan Dunia (WHO) sehingga masih berkategori darurat stunting.
Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, prevalensi stunting Malut berada pada angka 26,1 persen.
"Oleh karena itu, kita harus mengerahkan segala daya upaya sehingga target 14 persen pada Tahun 2024 dapat tercapai," katanya.
Dalam sambutannya, Gubernur Malut Abdul Gani Kasuba yang diwakili Sekda Samsuddin Abdul Kadir menyampaikan bahwa konsekuensi dari stunting bukan semata persoalan tinggi badan, namun yang lebih buruk berupa dampak terhadap kualitas hidup individu akibat munculnya penyakit kronis, ketertinggalan dalam kecerdasan, dan kalah dalam persaingan.
"Oleh karena itu, Kita mesti serius melakukan upaya menurunkan angka stunting di negara kita," ujar Samsuddin.
Ia menekankan keluarga mesti memiliki kesadaran untuk memprioritaskan pemenuhan asupan gizi dan pengasuhan anak secara layak, termasuk menjaga kebersihan tempat tinggal dan lingkungan.
Selain itu, katanya, terkait dengan makanan bergizi untuk memenuhi kebutuhan keluarga karena Indonesia kaya akan potensi pangan lokal yang dapat dioptimalkan pemanfaatannya, mulai dari tingkat keluarga.
"Bagi keluarga yang memiliki anak remaja, agar dipastikan remaja kita mempunyai perilaku hidup dan pergaulan yang sehat. Saya juga meminta keluarga untuk memanfaatkan layanan di posyandu dan puskesmas untuk memantau kesehatan ibu hamil serta pertumbuhan dan perkembangan anak," katanya.