Memasuki kemerdekaan Republik Indonesia ke-67 pada 17 Agustus 2012 bangsa ini masih tetap tampil dengan sebutan negara agraris yang selalu berjuang meningkatkan program ketahanan pangan untuk pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya.
Seiring perkembangan arus modernisasi serta pertambahan penduduk yang sudah mencapai lebih dari 200 juta jiwa saat ini, secara otomatis berpengaruh terhadap jumlah luas lahan sawah yang mengalami penyusutan akibat pembukaan kawasan industri, lapangan golf atau kompleks perumahan, terutama di kawasan Pulau Jawa.
Pemerintah pun lalu melirik sejumlah pulau besar lainnya seperti Sumatera, Kalimantan atau Sulawesi termasuk Provinsi Maluku, meskipun skalanya tidaklah sebesar daerah lainnya di tanah air.
Dua pulau besar di Maluku yang dinilai layak untuk pencetakan sawah baru hanyalah Pulau Buru dan Pulau Seram karena memiliki banyak sungai dan kondisi tanahnya relatif lebih subur dibanding pulau lainnya.
Selain itu, jumlah penduduknya tidaklah sepadat yang ada di Pulau Jawa sehingga potensi lahan yang tersedia masih layak untuk dilakukan pengembangan dan pencetakan sawah baru.
"Secara bertahap, kami memprogramkan pencetakan lahan sawah baru untuk dua tahun ke depan akan ditambah lahan seluas 10.000 hektar," kata Kepala Dinas Pertanian Provinsi Maluku, Syuryadi Sabirin di Ambon, Sabtu.
Program ini merupakan bagian dari rencana pemerintah daerah mewujudkan Maluku swasembada beras 2014 sehingga bisa mengurangi aktivitas impor beras dari Vietnam untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Syuryadi menjelaskan, untuk tahun 2012 direcanakan pencetakan sawah baru seluas 3.500 hektar sebagai tahap awal dan sisanya 6.500 hektar akan dibuka di Kabupaten Buru, Seram Bagian Timur, Kabupaten Maluku Tengah serta Kabupaten Seram Bagian Barat (Pulau Seram).
"Lewat program ekstensifikasi dan intensifikasi lahan sawah padi ini, nantinya diharapkan bisa menghasilkan 2,5 ton gabah kering giling (GKG) dan terus ditingkatkan hingga mencapai 4,5 ton GKG per hektar saat musim panen," katanya.
Alami penurunan
Target lahan dan panen padi di Provinsi Maluku antara akhir tahun 2009 hingga memasuki 2010 sebenarnya terjadi peningkatan, namun Badan Pusat Statistik (BPS) setempat melaporkan kondisi sebaliknya.
"Luas panen tanaman padi 2010 mengalami penurunan sebesar 1.019 hektare dibanding angka tetap luas tanaman padi 2009 seluas 21.252 hektare," kata Kepala BPS Maluku, Edison Ritonga.
Angka tetap luas tanaman padi yang dikembangkan petani di Pulau Buru dan Seram tahun 2010 hanya mencapai 20.233 hektare atau mengalami penurunan sekitar 4,79 persen dari tahun 2009.
Sama halnya dengan angka ramalan (Aram) III 2011, luas tanaman padi juga mengalami penurunan dan hanya mencapai 18.237 hektare atau turun 1.996 hektar (9,87 persen) dibanding angka tetap 2010.
Ramalan produksi tahun 2011 sebesar 73.892 ton GKG dan menurun drastis sebesar 9.217 ton (11,09 persen) dibanding hasil produksi sesuai angka tetap 2010, dan terjadinya penurunan luas lahan dan produksi tanaman padi di Maluku disebabkan sejumlah faktor di antaranya masalah cuaca dan musim tanam.
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi turunnya luas panen padi di Maluku, dan salah satunya adalah dugaan proyek cetak sawah milik Dinas Pertanian Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2009 sebesar Rp4 miliar di Desa Bonggai R, Kecamatan Bula diduga fiktif.
Program pencetakan sawah baru ini rencananya dibuka seluas 500 hektar di Banggoi dan dikerjakan oleh PT Maluku Pembangunan Permai tapi sayangnya setelah masa kontrak kerja berakhir.
Ternyata yang direalisasikan hanya petakan sawah seluas 65 hektar di Waekufa Unit Banggoi, padahal proyek ini mencakup empat lokasi masing-masing, Desa Samal, Wamsisi, Nusa Batam dan Mulumet.
Faktor lainnya, keberadaan tambang emas rakyat yang baru di dataran Waeapo, Kabupaten Buru ikut mempengaruhi para petani dan nelayan di daerah itu seketika beralih profesi sebagai tukang pendulang emas.
Komisi B DPRD Maluku menilai adanya tambang emas rakyat di dusun Wamsait yang merupakan petunana Desa Dafa di Kecamatan Waeapo (Kabupaten Buru) ini akan mempengaruhi aktivitas petani khususnya di daerah itu yang akan meninggalkan aktivitas bercocok tanam padi di sawah dan akhirnya berpengaruh terhadap hasil produksi padi.
"Pekerjaan mendulang emas sangat menggiurkan karena hasilnya lumayan bagus dan cepat mendapatkan uang ketimbang menggarap sawah hingga menunggu hasil panen tiba," kata Ketua komisi B DPRD Maluku, Melky Frans.
Dampak ini teryata sudah dirasakan langsung oleh masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Buru, dimana harga beras, ikan dan bahan kebutuhan pokok lainnya mulai bergerak naik.
Namun situasi ini untuk sementara waktu dapat diatasi Perum Bulog Divre Maluku dengan melalukan kegiatan Operasi Pasar (OP) untuk mengantisipasi kenaikan harga beras akibat semakin banyaknya masyarakat yang datang ke daerah itu mendulang emas, termasuk rencana kebijakan pemerintah menaikan harga BBM awal April ini.
Kepala Perum Bulog Divre Maluku, Ramly Hasan mengatakan, jumlah beras yang disalurkan Bulog untuk kegiatan OP di Kabupaten Buru juga semakin meningkat dimana saat ini mencapai 40 hingga 60 ton beras per hari.
Pemkab Buru melaporkan, data sementara pendulanbg emas yang berada di seluruh titik dilokasi penambangan diperkirakan lebih dari 15 ribu jiwa, yang sudah bercampur antara warga lokal dan warga pendatang dari dari pulau Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara serta Maluku Utara.
Untuk mewujudkan program Maluku swasembada beras 2014 agaknya tidak semudah membalik telapak tangan, karena pemerintah daerah perlu lebih bekerja keras menertibkan aktivitas penambangan emas rakyat di Pulau Buru.
Selain itu, perlunya meningkatkan pengawasan yang ekstra ketat terhadap para pegawai di dinas/instansi terkait, khsususnya Dinas Pertanian di kabupaten yang berkaitan langsung dengan program pengembangan dan pencetakan sawah baru sehingga kasus Banggoi, Kabupaten SBT tidak terulang kembali.