Depok (ANTARA) - Pengamat politik kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Vishnu Juwono menyebut penetapan Achsanul Kosasih sebagai tersangka kasus korupsi proyek Base Transreceiver Station (BTS) 4G merupakan bukti upaya pelemahan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
Achsanul, anggota Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Republik Indonesia, ada dugaan menerima dana sebesar Rp40 miliar terkait dengan kewenangannya sebagai anggota BPK yang melakukan audit terhadap proyek BTS.
Vishnu Juwono di Depok, Sabtu, menyatakan bahwa penetapan Achsanul sebagai tersangka menggambarkan adanya upaya pelemahan lembaga yang seharusnya menjadi pilar penting dalam melakukan audit keuangan negara, yakni BPK.
Ia menyoroti independensi BPK sebagai lembaga negara yang seharusnya bebas dari intervensi politik, terlebih lagi korupsi. Apalagi, pemilihan anggota BPK melibatkan proses seleksi dari Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Baca juga: Kejagung tetapkan Achsanul Qosasi sebagai tersangka korupsi BTS 4G
Perlu diketahui bahwa Achsanul ini adalah mantan Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat dan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI.
Kasus korupsi ini, lanjut Vishnu, menandakan bahwa politisasi di BPK telah mengakibatkan pelemahan dalam upaya pemberantasan korupsi di lembaga ini.
Vishnu mengekspresikan keprihatinannya terhadap kondisi ini karena BPK memegang peranan penting dalam mengungkap kasus korupsi melalui fungsi audit investigasinya.
Lebih lanjut, Vishnu menyoroti kasus korupsi di BPK ini bukan pertama kali.
Pada tahun 2020 terdapat dugaan kasus penyuapan melibatkan Profesor Riza Djalil, mantan Ketua BPK yang juga mantan politisi PAN.
Dengan upaya melemahkan fungsi audit yang dilakukan oleh BPK oleh elite partai politik, menurut dia, mengisyaratkan bahwa BPK berpotensi sebagai alat pemerasan dari pimpinannya terhadap kementerian, lembaga negara, dan pemerintahan daerah.
Baca juga: Achsanul Minta Pecinta Sepakbola Selesaikan Persoalan PSSI
Vishnu menegaskan bahwa BPK yang mempunyai otoritas dalam menentukan status laporan keuangan negara, masuk dalam kategori wajar dengan persyaratan (WDP) atau wajar tanpa persyaratan (WTP).
Pengamat politik kebijakan publik memandang perlu mengembalikan fungsi BPK kepada tujuan asalnya sebagai lembaga audit negara yang independen.
Ia menekankan pentingnya pemilihan pemimpin BPK yang independen secara politik, berkompeten baik dari sisi keilmuan maupun pengalaman di bidang audit keuangan, terutama dalam sektor publik.
Kasus Achsanul, kata dia, menjadi peringatan bahwa perlunya perbaikan mendalam dalam menjaga independensi BPK. Peristiwa ini juga menekankan urgensi untuk mengembalikan fokus BPK pada tujuan utamanya, yaitu memberantas korupsi melalui fungsi audit keuangan negara yang transparan dan independen.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pengamat UI sebut penangkapan Achsanul bukti upaya pelemahan BPK