Ambon (Antara Maluku) - Raja Regentchap Kayeli, Kabupaten Buru membubarkan dewan adat yang dibentuk sekelompok warga untuk kepentingan penyerobotan lahan penambangan emas ilegal di Gunung Botak.
"Pembentukan dewan adat ini dinilai ilegal dan merugikan pihak lain sehingga kami secara tegas membubarkan mereka melalui surat nomor 019/PNRK/IV/2013," kata Raja Regenchap Kayeli, M. Fuad Wael yang dihubungi dari Ambon, Senin.
Raja Regentchap merupakan pimpinan tertinggi yang membawahi beberapa desa di kawasan Kayeli atau sama dengan istilah kepala Ratschap di Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara.
Fuad mengatakan, dewan adat yang dibentuk segelintir oknum tidak bertanggung jawab ini sudah harusnya dibubarkan karena bertentangan dengan aturan hukum di negara ini.
Sayangnya orang-orang yang terlibat dalam pembentukan dewan adat seperti Jafar Wael Cs melarikan diri karena tidak berani memenuhi panggilan Raja Regentchap.
"Yang namanya dewan adat di Indonesia itu tidak pernah ada atau diakui negara, kecuali saniri negeri atau Latupati (kumpulan raja-raja) jadi harus dihapus, apalagi tindakan mereka sangat merugikan orang lain dan dampak dari penyerobotan lahan untuk membuka penambangan emas ini banyak menimbulkan masalah dan korban jiwa," kata Fuad.
Pembukaan lahan tambang secara paksa ini, lanjutnya, tidak membawa keuntungan bagi rakyat dan daerah tapi lebih menguntungkan segelintir oknum yang menjual karcis masuk bagi warga yang bekerja di lokasi tambang sebesar Rp520.000 hingga biaya parkir kendaraan.
Selaku Raja Regentchap, Fuad juga mengimbau seluruh warga Buru untuk mematuhi SK Gubernur nomor 522-1 yang dikeluarkan Bulan Desember 2012 lalu.
Salah satu ahli waris lahan penyulingan minyak kayu putih Gunung Botak, Ibrahim Wael menyambut baik kebijakan Raja Regentchap yang telah membubarkan dewan adat.
"Saat ini jumlah penambang yang beroperasi sekitar 27.000 orang dan mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia," katanya.