Ambon (ANTARA) - Aktivis lingkungan di Maluku menganjurkan masyarakat menggunakan tas jinjing (totebag) saat berbelanja dalam upaya mereduksi sampah sebagai upaya membantu pemerintah mereduksi penggunaan plastik hingga 60 persen pada tahun 2040.
“Langkah konkrit pemerintah harusnya gencar mengimbau warga mengurangi penggunaan kantong dan barang-barang berbahan plastik,” kata Pendiri Nature Comunity Listiyah Tuharea, di Ambon, Sabtu.
Menurutnya, pemerintah seharusnya mengeluarkan regulasi agar pasar modern tidak lagi menyediakan kantong plastik. Namun sampai saat ini larangan penjualan kantong plastik pun belum maksimal, bahkan pemakaiannya berlebihan di pasar tradisional.
“Sehingga saya juga mengajak masyarakat mengganti semua tas belanja dari berbahan plastik dengan membawa tas belanja sendiri, baik di pasar moderen maupun pasar tradisional,” ujarnya.
Selain tas plastik, ia juga menyatakan penting untuk membawa tumbler atau botol minum sendiri ke mana-mana saat melakukan aktivitas, sehingga penggunaan botol minum kemasan berkurang.
Sementara itu Tokoh Masyarakat Maluku Abidin Wakano mengatakan saat ini kekhawatiran terhadap lingkungan ditimbulkan oleh penggunaan plastik sekali pakai, sehingga sering kali berakhir sebagai sampah di lautan.
“Penggunaan tas jinjing merupakan langkah sederhana namun efektif yang dapat dilakukan oleh setiap individu untuk mengurangi jejak plastik mereka," kata Wakano.
Dia juga menyoroti manfaat ekologis yang signifikan dari penggunaan tas jinjing yang dapat digunakan berulang kali. "Dengan membawa tas jinjing sendiri saat berbelanja atau beraktivitas sehari-hari, kita dapat mengurangi jumlah sampah plastik yang berakhir di lautan dan mengancam kehidupan laut," ujarnya.
Seruan ini, lanjutnya, perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Karena perubahan perilaku individu hanya merupakan langkah awal dan perlu diikuti dengan upaya yang lebih besar dari pemerintah dan industri untuk mengurangi produksi plastik sekali pakai.
Penggunaan tas jinjing dan kesadaran dampak negatif plastik terhadap lingkungan, kata dia, diharapkan memicu perubahan budaya yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan dalam masyarakat.
Sebelumnya Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan (DLHP) Kota Ambon mendata angka prosentase timbunan sampah plastik di ibu kota Provinsi Maluku mencapai 30 persen dari total volume sampah 246,74 ton per hari.
Pabrik pengolahan plastik yang berlokasi di Negeri Hutumuri Kecamatan Leitimur Selatan membantu pemerintah dalam upaya mengurangi sampah plastik, dengan mengolah 100 sampai 150 ton sampah plastik setiap bulan.
Masalah sampah telah menjadi permasalahan global, regional, juga lokal, tak terkecuali di Kota Ambon, karena sampah yang dihasilkan per hari berkisar 246,74 ton, sementara kemampuan daya angkut pemkot hanya 185,5 ton per hari.
Sementara itu pada pertemuan Forum Ekonomi Dunia atau World Economic Forum (WEF) yang kini berlangsung di Davos, Swiss, Pemerintah Indonesia menyatakan komitmen mengatasi krisis sampah plastik. Pemerintah berencana mewujudkan Indonesia terbebas dari polusi plastik tahun 2040.
Pada WEF 20 Januari 2020 Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan target serta strategi yang dilakukan Indonesia dalam mencapai pengurangan 70 persen sampah plastik di laut pada 2025 dan bebas polusi plastik pada 2040.