Ambon (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Ambon menuntut 12 tahun penjara kepada Jhon P. Louhenapessy selaku terdakwa dugaan tindak pidana rudapaksa atau persetubuhan dengan kekerasan terhadap anak bawah umur.
Tuntutan JPU Kejari Ambon Elsye B. Leunupun dan Endang Anakoda disampaikan dalam persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim Orpa Marthina dengan didampingi dua hakim anggota di Pengadilan Negeri Ambon, Selasa.
JPU meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 82 Ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 64 KUHP dan Pasal 81 ayat (2) dari UU Perlindungan Anak.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 12 tahun dan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan dikurangi selama terdakwa berdada dalam tahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap ditahan," kata JPU dalam surat tuntutannya.
Adapun hal yang memberatkan terdakwa dituntut penjara dan denda karena perbuatannya mengakibatkan anak korban merasa trauma dan malu, sedangkan hal yang meringankan adalah terdakwa berlaku sopan dalam persidangan dan mengakui perbuatannya.
Menurut JPU, perbuatan bejat terdakwa terhadap korban dilakukan sudah sejak lama dimana korban juga mengaku sudah tidak ingat hari, tanggal, dan bulannya, namun saat itu korban baru berusia 11 tahun.
"Perbuatan terdakwa dilakukan berulang kali di dalam kamar terdakwa karena korban selalu bermain petak-umpet dengan anak terdakwa," ujar jaksa.
Walau pun tidak mengingat hari dan tanggal serta bulan, tetapi korban masih ingat suatu waktu di tahun 2023 sekitar pukul 14:30 WIT ketika terdakwa mengatakan akan memberikan uang Rp50.000 kepada korban di dalam kamar terdakwa.
Pada perbuatan kedua kali di dalam kamarnya, terdakwa berjanji akan memberikan uang Rp50.000, tetapi korban disuruh menerima Rp20.000 dan nantinya akan ditambah Rp30.000.
Meski pun korban berulang kali menolak tetapi terdakwa tetap memaksa melakukan persetubuhan dengan iming-iming diberikan uang Rp50.000 dan mengatakan tidak boleh diberitahukan kepada orang lain.
Majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan dengan mendengarkan pembelaan terdakwa melalui penasihat hukumnya.