Ambon (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Hukum Maluku mengupayakan produk kopi tuni sebagai kekayaan indikasi geografis untuk memastikan legalitas merek tersebut guna memperluas pasar.
"Sementara ini kami sedang mendorong Kopi Tuni ini dengan sinergi bersama BSIP dan Universitas Pattimura yang kemudian hasil penelitiannya akan kami sadurkan dalam deskripsi kopi ini nantinya," kata Kakanwil Kemenkum Maluku Saiful Sahri dalam keterangan tertulis yang diterima di Ambon, Rabu.
Hal itu diutarakannya saat memperkenalkan kopi asli Maluku yakni kopi tuni di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Jakarta.
Ia menjelaskan bahwa kopi tuni sendiri memiliki keunikan jika dibanding dengan jenis kopi lainnya di nusantara. Diantaranya bentuk biji kopi nya yang kecil, sampai dengan tanaman kopi yang biasa tumbuh di pesisir pantai di Maluku.
Di Maluku sendiri kopi tuni merupakan hasil asli bumi Maluku yang tumbuh liar mulai di pesisir pantai sampai di pegunungan.
Produk kopi ini diproduksi dengan tetap mempertahankan keaslian cara kopi tuni bertumbuh selama yaitu tumbuh di antara pepohonan lain, dan bukan produk perkebunan monokultur.
Hal itu menjadikan biji kopi tuni memiliki beragam rasa dan aroma yang menyerupai buah di sekitarnya, misalnya tumbuh dekat durian, maka rasanya seperti durian.

Dalam kesempatan tersebut, Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (KI), Razilu mencoba langsung kopi tuni, ia mengatakan kopi ini memiliki rasa yang unik dan bisa menjadi salah satu faktor pendorong roda ekonomi di daerah.
“Unik Maluku punya kopi, bukan hanya cengkeh dan pala nya yang terkenal. Ini harus didampingi sampai dengan pendaftarannya nanti oleh Masyarakat Peduli Indikasi Geografis (MPIG) disana. Dan saya yakin jika Kopi Tuni ini bisa berkembang, pasti akan berdampak pula pada perekonomian petani dan Masyarakat disana," kata Razilu.
Selain kopi tuni, Kemenkum Maluku juga sedang mendorong beberapa produk Maluku untuk mendapatkan status indikasi geografis seperti minyak kayu putih Buru, pala Banda, salak Riri dan sukun Ambon.