Ambon (ANTARA) - DPRD Maluku secara tegas mendukung sikap Aliansi Anak Maluku yang menuntut penolakan operasional PT. Batu Licin yang beroperasi dalam pengelolaan tambang galian C di Pulau Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara untuk diangkut ke Manokwari, Provinsi Papua Barat.
"Sembilan fraksi di DPRD secara tegas juga menyatakan sikap menolak kehadiran perusahaan tersebut karena diduga melanggar berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Ketua DPRD Maluku Benhur G. Watubun di Ambon, Senin.
Penegasan Benhur disampaikan saat seluruh fraksi bersama seluruh pimpinan dewan menerima aksi solidaritas ratusan mahasiswa asal Kabupaten Maluku Tenggara yang tergabung dalam Aliansi Anak Maluku yang menuntut penghentian operasional PT. BL di Pulau Key Besar.
Menurut dia, lokasi penambangan tambang galian C di wilayah itu tidak tepat karena merupakan sebuah pulau yang kecil dan belum memiliki izin resmi seperti Izin Usaha Pertambangan atau pun Izin Analisa Dampak Lingkungan.
Ketua Komisi II DPRD Maluku Irawadi menjelaskan, keberadaan PT. BL yang mengelola tambang galian C di Kei Besar sudah sejak sembilan bulan lalu namun belum mengantongi IUP, Izin AMDAL, dan bahkan pemerintah kabupaten pun belum memberikan izin resmi sehingga pihak perusahaan didesak segera menyelesaikan seluruh administrasi perizinan namun tidak direalisasikan hingga saat ini.
"Komisi II pada akhir Mei 2025 sudah turun ke lokasi tambang dan bertemu pihak manajemen perusahaan dimana mereka mengakui belum mengantongi izin resmi. Kondisi ini kami ketahui sejak dua bulan lalu dan komisi sudah melakukan agenda pengawasan tahap II di wilayah itu," ucapnya.
Sementara pimpinan perusahaan yang namanya Iskak mengaku kepada komisi saat itu kalau aktivitas penambangan galian C dikirim ke Manokwari untuk mendukung program strategis nasional di sana berupa pembangunan jalan dan bendungan.
"Sesuai UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020 mewajibkan sebelum ada kegiatan eksplorasi atau pun eksploitasi maka perusahaan harus melengkapi semua administrasi perizinan, sementara mereka sudah beroperasi sembilan bulan dan melakukan pengapalan atau menggunakan tongkang dan mengirimnya ke Manokwari," tandasnya.
Ketika melakukan agenda pengawasan, komisi juga menemui masyarakat Ohoi Mataolat dan Nerong, Kabupaten Maluku Tenggara untuk meminta keterangan kepala desa dan tokoh masyarakat, tokoh agama dan pemuda mempertanyakan siapa pihak yang memberikan izin operasional PT. BL dan mereka tidak mengetahuinya.
Mereka mengakui saat sosialisasi dan dihadiri penjabat Bupati Malra saat itu, banyak hal yang dijanjikan terkait kompensasi lahan yang dijanjikan Rp12.000 per meter namun realisasi hanya Rp8.000 ditambah Rp2.000 untuk ganti rugi tanaman milik warga.
"Masyarakat Mataholat meminta kompensasi berupa pembangunan pagar masjid namun sampai kini belum terealisasi termasuk permintaan pembangunan talud pemecah ombak antara 100 hingga 150 meter," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: DPRD Maluku dukung penolakan penambangan galian C di Kei Besar