Ambon (Antara) - Raja (kepala desa) Negeri Halong, Kota Ambon, Maluku Stella Tupanelay menyatakan pemancangan papan larangan pada 6 Maret 2015 tidak bermaksud menutup empat sekolah di kelurahan Lateri.
"Papan pengumuman itu ditujukan untuk perusahaan pengembang. Hanya Raja tidak waras saja yang mau menutup sekolah yang telah mendidik anak-anak sejak puluhan tahun," katanya, di Ambon, Kamis.
Ia menyatakan tujuan penyegelan ditujukan bagi aktivitas perusahaan pengembang dengan maksud mengembalikan hak ulayat Negeri Halong.
"Jadi isu bahwa tujuannya adalah menutup aktivitas belajar mengajar sama sekali tidak benar dan menyesatkan," tandasnya.
Menurut Stella, pemancangan papan larangan di 12 titik itu ditujukan untuk empat pengembang yang mengembangkan bisnis properti di kelurahan Lateri dengan izin HGB yang cacat administrasi dan terdapat kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran dan/atau pengakuan atas hak tanah bekas milik adat.
HGB itu ditingkatkan statusnya oleh BPN Kota Ambon dengan menerbitkan sertifikat HGU No.5 tahun 1970 atas nama Marthin Lisapaly dan Dominggus Nitalessy.
Selain itu, sertifikat HGU menjadi HGB No.3 tahun 1996 atas nama PT.Delapan Beringin Motor Coy seluas 68 hektare, dan sertifikat HGB NO.96, 97, 98 dan 100 tahun 1997 atas nama PT. Moderen Multiguna seluas 40 hektare.
Stella menekankan, HGB tersebut merupakan bagian dari hak adat negeri Halong seluas 1.709 Hektare yang sebenarnya bekas tanah hak ulayat yang disewakan kepada seorang warga negara Belanda bernama Adolf Versteegh oleh Raja Halong Jacob Frederik Tupenalay pada 1905 selama 75 tahun.
Adolf memperkerjakan Marthin dan Dominggus sebagai mandor besar untuk mengawasi tanaman-tanamannya. Setelah Adolf meninggal pada 1936, pengelolaan tanaman-tanaman dikuasai oleh Marthin dan Dominggus.
"Anehnya pada 1970 terbit sertifikat HGU atas nama Marthin dan Dominggus tanpa sepengetahuan dan/atau persetujuan dari Saniri Negeri Halong dengan dalih tanah negara. Padahal, hak yang dimiliki oleh Adolf dan atau pihak lain yang memanfaatkan tanah tersebut dalam petuanan Neger Halong adalah hak pakai sehingga bukan hak kepemilikan," kata Stela.
Karena itu, Stella Tupanelay atas nama pemerintah setempat telah melaporkan ke polisi dugaan tindak pidana penipuan dalam perkara tersebut.
Laporan polisi itu bernomor LP-B/57/III/2015/SPKT tertanggal 16 Februari 2015.
Stella juga memproses hukum BPN Kota Ambon, PT. Delapan Beringin Motor Coy, PT. Moderen Multiguna, Citraland dari PT. Ciputera Internasional, dan PT. Bliss.
Sementara itu, kuasa hukum PT. Ciputera Internaasional, Adolof Salakey, SH dan kuasa hukum PT. Moderen Multiguna, Lamaeni, SH juga akan melaporkan Saniri Negeri Halong ke polisi, baik secara pidana maupun perdata. ***4***
Stella mengakui pihaknya saat pemancangan larangan itu telah berkoordinasi dengan para kepala sekolah dan menyampaikan bahwa tidak ada maksud menutup sekolah.
"Banyak warga Halong yang lulus dari sekolah itu. Anak saya pun bersekolah di SMP Negeri 9 dan mengancam berhenti sekolah sekiranya Saniri Negeri Halong bertindak sewenang-wenang," katanya.
Raja Halong Tegaskan Tidak Ada Penyegelan Sekolah
Kamis, 12 Maret 2015 9:53 WIB