Ternate, 10/1 Antara Maluku - Ketua DPRD Kota Ternate, Maluku Utara (Malut), Merlisa meminta agar masyarakat dapat menunjukkan kemampuannya ketika menghadapi pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
"Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN dimana akan menyatukan negara-negara di kawasan Asia Tenggara menjadi satu basis dan produksi," katanya di Ternate, Minggu.
Dia mengatakan, MEA merupakan tantangan sekaligus peluang emas bagi bangsa Indonesia di daerah ini untuk menghadapi MEA dengan menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, infrastruktur yang memadai, dan hasil-hasil produk yang berkualitas.
Oleh karena itu, yang terpenting, kata Merlisa, kesiapan mental masyarakat sehingga dapat beradaptasi dan mampu menghadapi persaingan nanti.
Selain itu, lanjutnya, salah satu momentum yang langka dan menjadi perhatian dunia adalah Gerhana Matahari Total pada Maret 2016.
"Jadikan momentum ini sebagai ajang promosi wisata dan manfaatkan momentum tersebut sebagai ajang mempromosikan kekuatan dan potensi daerah ini kepada para tamu dari mancanegara agar dapat memberi implikasi positif bagi seluruh warga kota dalam meningkatkan pendapatan bagi masyarakat dan Pemerintah Daerah," katanya.
Untuk itu, kata Merlisa, perlu ada langkah-langkah konkrit dan sinergi oleh semua pihak, baik Pemda, DPRD, pihak swasta, pelaku ekonomi dan seluruh elemen masyarakat untuk menyukseskan momentum langka tersebut.
Sementara itu, Pengamat Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, DR Samsu Somadayo,MPd menyatakan, bahasa Indonesia mulai terancam, menyusul bangsa menghadapi MEA.
"Tentunya dengan adanya MEA, akan terjadi pergeseran nilai, terutama bagi masyarakat Indonesia dalam menggunakan Bahasa Inggris saat pelaksanaan MEA. Hal ini bisa saja terjadi, karena bahasa Indonesia kurang mendapat perhatian dari pemerintah Indonesia, karena bahasa komunikasi MEA haruslah tetap menggunakan bahasa Indonesia," katanya.
Hal ini mengacu pada undang-undang yang mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia dalam lingkup komunikasi di Indonesia, termasuk dengan orang asing.
"Mestinya kalau mengacu pada undang-undang tetap mempertahankan bahasa Indonesia," ujar Samsu.
Dia menambahkan, dalam MEA seharusnya memang menggunakan bahasa nasional negara tempat saat berlangsungnya transaksi ekonomi.
"Di restoran maupun hotel biasa kita lihat papan nama berbahasa Inggris tanpa disertai keterangan bahasa Indonesia. Ini justru akan membuat masyarakat Indonesia yang tidak paham bahasa Inggris menjadi bingung," katanya.
Menurut Samsu, kebiasaan seperti itu harus mulai dihilangkan, bahkan ada papan nama maupun bahasa komunikasi dengan orang asing harus tetap menggunakan bahasa Indonesia.
"Sebab, wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia sebenarnya sudah terlebih dahulu belajar bahasa Indonesia," katanya.