Ambon, 26/3 (Antaranews Maluku) - Brigadir Rohim Tomia, terdakwa pemilik cairan merkuri yang tertangkap pada November 2017 di pelabuhan Slamet Riyadi Ambon, minta majelis hakim membebaskan dirinya dari segala tuntutan jaksa penuntut umum.
"Dakwaan JPU ditolak karena hak saya tidak terpenuhi ketika diperiksa penyidik kepolisian tidak didampingi penasihat hukum dan bertentangan dengan pasal 56 KUHAP," kata Rohim di Ambon, Senin.
Pernyataan Rohim disampaikan saat membacakan pembelaan pribadinya dalam persidangan dipimpin ketua majelis hakim PN Ambon, Esau Yarisetou didampingi Hamzah Kailul dan Leo Sukarno selaku hakim anggota.
Terdakwa juga mengaku kecewa dengan penasihat hukum sebelumnya yang tidak melakukan eksepsi atas pembacaan berkas dakwaan JPU Kejari Ambon, Ingrid Louhenapessy.
Dia mengatakan penyidik dan JPU juga tidak cermat dalam menerapkan pasal yang dikenakan kepada terdakwa sehingga melanggar pasal 143 KUHAP karena salah dan keliru dalam menerapkan pasal.
"Saya membeli cairan mercury dari orang lain dengan maksud akan dijual guna mencari untung sehingga perkara ini semestinya menggunakan Undang-Undang Perdagangan," kata terdakwa dalam surat pembelaannya.
Sementara yang dipakai penyidik dan JPU adalah pasal 158 UU nomor 4 tahun 2009 tentang mineral dan batubara, padahal ada kasus serupa di daerah lain menggunakan UU tentang perdagangan.
Terdakwa yang merupakan anggota Polres Ambon ini mengakui ada `Broker` berinisial `A` yang meminta uang kepada keluargnya sebesar Rp60 juta dengan tujuan proses penuntutan nanti bisa dikondisikan lebih ringan.
Dia juga mengatakan JPU tidak profesional karena satu bulan sebelum penuntutan, sudah mengatakan kepada tahanan lain kalau dirinya akan dituntut tiga tahun penjara, padahal agendanya belum jalan dan masih bersifat rahasia.
Sementara penasihat hukum terdakwa, Sumiyadin usai membacakan pembelannya menjelaskan kalau seorang broker meminta Rp100 juta dari keluarga terdakwa.
"Penyerahan uang itu dilakukan sebelum proses persidangan digelar dan ketika berkas terdakwa dilimpahkan ke kejaksaan tahap II, di sinilah pola oknum jaksa berinisial SA dijalankan," ujarnya.
Yang diminta sebenarnya Rp100 juta tetapi tidak disanggupi pihakkeluarga lalu terakhir masih ada lagi permintaan Rp50 juta, padahal telah diberikan Rp10 juta pada tahap awal dan Rp50 juta tahap kedua.
Namun pihak keluarga terdakwa menyatakan sudah tidak ada biaya Rp50 juta karena sudah berhutang, dan permintaan tambahan dana ini sebagai kompensasi tuntutannya bisa dikondisikan.
"Sejak awal sudah kami sampaikan kepada keluarga terdakwa bahwa kasus ini tidak perlu terjebak dengan adanya transaksi, sebab ini kasus yang menjadi perhatian pemerintah dan tuntutannya dibuat oleh Kejaksaan Agung sehingga tidak ada ruang kepada oknum jaksa di sini untuk memberikan harapan seperti itu," kata Sumyadin.
Faktanya terdakwa sendiri dituntut dengan hukuman cukup besar, yakni dua tahun dan enam bulan penjara.