Jakarta (ANTARA) - Autopsi harus didasari fakta hukum karena polisi bekerja berdasarkan suatu fakta hukum, kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo.
"Polri bekerja selalu harus berdasarkan suatu fakta hukum. Kalau tidak ada fakta hukumnya, dari pihak keluarga juga tidak merasa adanya satu hal yang mencurigakan, kejanggalan, apa yang mau diautopsi?" ujar dia di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Jumat (10/5), menanggapi tuntutan autopsi jenazah petugas pemilu yang gugur.
Ia menjelaskan bahwa autopsi bertujuan membuat sesuatu menjadi jelas ketika ditemukan indikasi atau terdapat fakta hukum, misalnya penganiayaan atau pembunuhan, sehingga memerlukan kajian yang komprehensif.
Polri dapat bertindak apabila landasan jelas, sedangkan selama fakta hukum tidak jelas maka autopsi tidak dapat dilakukan.
"Kalau misalnya fakta hukumnya juga masih belum jelas kami tidak akan bertindak, semua itu masuk dalam taraf penyelidikan, investigasi dulu," ujar Dedi Prasetyo.
Puluhan ibu yang mengatasnamakan Gerakan Anti Pemilu Curang (GAPC) menggelar aksi dengan memukuli panci. Mereka menuntut Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar membentuk tim untuk mengautopsi jenazah petugas pemilu yang gugur.
"Kami menginginkan ada autopsi jenazah ya biar diketahui mereka itu meninggal kenapa, karena kalau kelelahan gak mungkin kan bisa sebanyak itu," kata perwakilan GAPC, Yulia, di depan jalan menuju Kantor KPU Jawa Barat, Jalan Laswi, Kota Bandung, Jumat (10/5).
Hingga saat ini, kata dia, sekitar 570 petugas pemilu gugur, baik petugas KPPS, Bawaslu, maupun petugas keamanan. Selain itu, sekitar empat ribu orang petugas terbaring sakit.
"Ini bukan soal 01 atau 02, ini soal kemanusiaan, keprihatinan kita sebagai warga Indonesia atas kejadian Pemilu 2019 yang memakan korban dan begitu menyisakan duka dan air mata," kata dia.
Polri: Autopsi harus didasari fakta hukum
Sabtu, 11 Mei 2019 2:33 WIB