Jakarta (ANTARA) - Akhirnya teka-teki pemindahan ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terjawab sudah.
Presiden Joko Widodo kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (26/8), mengumumkan bahwa ibu kota akan berlokasi di dua kabupaten sekaligus, yakni Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara alias Kukar yang berlokasi di Provinsi Kalimantan Timur. Acara pengumuman pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Penajam dan Kukar itu juga dihadiri Gubernur Kaltim Isran Noor, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Bambang Brojonegoro.
Jokowi menjelaskan bahwa yang dipindahkan adalah cuma pusat pemerintahan sehingga Jakarta tetap menjadi pusat kegiatan ekonomi, jasa, dan transportasi. Biaya pemindahan serta pembangunan berbagai infrastruktur bisa mencapai Rp466 triliun.
Ibu kota harus dipindahkan dari Jakarta karena kota ini sudah terlalu padat, sementara daya dukungnya makin terbatas. Selain itu, Jakarta dicemari polusi.
Sementara itu, penduduk Pulau Jawa saat ini sudah mencapai 150 juta jiwa. Rencana pemindahan pusat pemerintahan itu suah digaungkan sejak pemerintahan presiden ke-1 RI Soekarno.
Pemindahan pusat pemerintahan RI ini sudah didengar atau diketahui masyarakat, terutama selama beberapa bulan terakhir ini, apalagi Jokowi sudah beberapa kali mendatangi Pulau Kalimantan. Namun, ternyata pengumuman itu tidak muncul juga, termasuk ketika Kepala Negara menyampaikan pidato kenegaraan di depan anggota MPR/DPR/DPD RI di kompleks parlemen, Jakarta, 16 Agustus 2019.
Akan tetapi, baik Jokowi maupun para menteri yang mendampinginya saat jumpa pers ini sama sekali tidak menjelaskan mengapa pusat pemerintahan ini sekaligus di dua kabupaten (Kukar dan Penajam Paser Utama).
Rakyat Indonesia sudah bisa membayangkan betapa repotnya Presiden dan seluruh menterinya harus mempersiapkan pemindahan pusat pemerintahan dari Jakarta ke Kalimantan Timur ini.
Persapan-persiapan akan segera dilakukan mulai dari pembuatan rancangan undang-undang (RUU) pemindahan ibu kota, rencana induk pembangunan istana kepresidenan serta lembaga negara, seperti MA, MK, MPR, DPR, BPK, Komisi Yudisial, dan lembaga pemerintah nonkementerian,
Pembangunan fisik berbagai kantor ini diharapkan akan dimulai menjelang akhir tahun 2020 sehingga pada tahap pertama pemindahan pusat pemerintahan mulai berlangsung sekitar akhir tahun 2023 hingga 2024. Jadi, rakyat Indonesia bisa membayangkan betapa repot atau bahasa anak muda ribet-nya proyek superraksasa ini.
Sekarang saja penduduk Jakarta pada siang hari sudah berkisar pada angka 10 juta s.d. 11 juta orang dan turun menjadi sekitar delapan juta s.d. sembilan juta orang pada malam hari karena banyak yang tinggal di Bogor, Tangerang, Depok. Belum lagi, Jakarta sudah dipenuhi jutaan mobil dan motor yang tiap harinya bertambah puluhan ribu unit. Akibatnya, udara Jakarta makin padat.
Jakarta ternyata tidak hanya dihuni alias ditempati oleh jutaan warga negara Indonesia, tetapi juga ratusan diplomat dari berbagai negara sahabat serta organisasi internasional, seperti PBB dan UNESCO. Orang-orang asing ini juga tentu harus memindahkan kantornya ke Kalimantan Timur.
Akan tetapi, di tengah-tengah kesibukan yang luar biasa ini, harus diingat bahwa pada tahun 2024 akan kembali dilaksanakan pemilihan umum presiden (pilpres) dan juga pemilu anggota DPD, DPR hingga DPRD provinsi, kota, dan kabupaten. Yang paling berperan adalah Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU.RI), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan juga harus tetap ada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu alias DKPP.
Sekalipun Pemilu 2019 telah usai dengan baik, semua lembaga, seperti KPU, Bawaslu, dan DKPP harus sudah mulai menyiapkan diri entah melalui pemilihan para anggota barunya, membuat revisi atas praturan-peraturan yang selama ini berlaku hingga saat pencoblosan, penghitungan surat suara, dan seterusnya.
Jadi, yang harus dipikirkan pemerintah, semua pejabat bukan hanya membangun puluhan, bahkan ratusan kantor baru di Kaltim, melainkan juga berbagai peraturan perundangan-undangan demi suksesnya pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
Belum lagi, sedikinya 14 partai politik tingkat nasional harus pula mempersiapkan diri untuk memindahkan kantornya lengkap dengan para stafnya.
Bedol Desa
Selain itu,Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan tak ketinggalan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) harus pula memindahkan markasnya serta belasan ribu hingga puluhan ribu prajuritnya.Jadi, bisa dibayangkan betapa supersibuknya jajaran pemerintah,TNI, dan Polri harus melakukan "bedol desa" secara besar-besaran.
Karena ini adalah proyek amat besar dan berjangka panjang, sudahkah seluruh jajaran pemerintah--tanpa kecuali--menyiapkan diri secara matang? Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid sudah minta kepada pemerintah untuk membicarakan pemindahan ibu kota, khususnya pusat pemerintahan dengan lembaga-lembaga negara, seperti MPR dan DPR.
Akan tetapi, karena Presiden Jokowi sudah berbicara di parlemen pada tanggal 16 Agustus lalu, mungkin yang paling perlu didiskusikan adalah bagaimana "pekerjaan raksasa" ini bisa berjalan secara baik dan lancar.
Pemindahan perkantoran bisa dilakukan oleh pemerintah. Akan tetapi, karena pemindahan ibu kota dari Jakarta ke dua kabupaten di Kaltim ini juga 'kan terkait dengan masalah politik, terutama pemilihan umum, tentu semua lembaga negara harus membahas persoalan ini secara baik-baik tanpa perlu bersikap ngotot.
Karena pemilu tinggal 5 tahun lagi yang harus diawali oleh berbagai persiapan yang benar-benar matang, padahal Jokowi akan dilantik lagi sebagai Presiden RI untuk periode 2019 s.d. 2024 pada tanggal 20 Oktober, diperlukan dialog dengan para pendekar di semua partai politik.
Apalagi, tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia makin banyak dan kian berat maka pemerintah harus menyiapkan segala sesuatunya secara matang, termasuk persiapan Pemilu 2024 plus tetek bengek-nya.
*) Arnaz Ferial Firman adalah wartawan LKBN ANTARA tahun 1982 s.d. 2018, pernah meliput acara-acara kepresidenan pada tahun 1982 s.d. 2009