Ambon (ANTARA) - Ratusan pengungsi asal Desa Pelauw, Kecamatan Haruku, Kabupaten Maluku Tengah tetap bertahan di gedung Kantor DPRD Provinsi Maluku sampai tuntutan mereka untuk bisa melakukan rapat dengar pendapat dengan pimpinan dan anggota dewan bisa dipenuhi.
Pantauan ANTARA di Ambon, Kamis, para pendemo yang terdiri dari anak-anak, remaja, pemuda, hingga lansia ini awalnya diterima anggota DPRD Maluku, Saodah Santhy Tethol. Namun, keinginan mereka untuk bertemu empat pimpinan DPRD Maluku tidak terkabul, karena sedang melakukan tugas di luar daerah.
"Kami akan mendesak pimpinan DPRD dan pemerintah daerah untuk segera menyelesaikan persoalan pengungsi Pelauw yang sudah 10 tahun berlalu dan mereka masih hidup di pengungsian," kata Saodah.
Namun Pandi Talaohu dan Ali Salampessy selaku koordinator lapangan bersama ratusan pendemo menyatakan persoalan ini harus diselesaikan secara intitusi lembaga, sebab pernyataan Saodah hanyalah secara pribadi.
Mereka tetap menuntut dilakukannya rapat dengar pendapat antara DPRD dengan seluruh pengungsi tanpa harus diwakili. Bila tuntutan ini tidak dipenuhi, maka gedung kantor DPRD Maluku akan dijadikan sebagai tempat menginap.
Baca juga: Pangdam Imbau Warga Pelauw Buka Lahan Pertanian
Para pengungsi ini menyampaikan enam poin tuntutan diantaranya meminta Presiden RI selaku kepala negara dan menteri terkait untuk mengintervensi penyelesaian pengungsi akibat konflik di Pelauw.
Mendesak DPRD Maluku memanggil Bupati Maluku Tengah dan kepala pemerintahan Neger Pelauw untuk segera memulangkan para pengungsi sesuai aturan negara yang diatur dalam UU nomor 24 tahun 2007 tentang bencana dan UU nomor 07 tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial.
DPRD Maluku juga didesak memanggil "stakeholder" terkait mulai dari gubernur, kapolda, pangdam, dan bupati serta DPRD Malteng agar bisa mencari solusi bersama.
Demonstran juga menuntut DPRD, gubernur, dan pihak terkait melakukan verifikasi dan investigasi, serta validasu secara langsung di lokasi pengungsian.
"Bila tuntutan kami tidak terpenuhi maka tempat pengungsian kami yang terakhir adalah di gedung kantor DPRD Maluku," ujar salah satu orator.
Baca juga: Satu Meninggal Akibat Pertikaian Pelauw-Kailolo
Sejak konflik internal sesama warga Pelauw 10 tahun lalu, hampir dua ribu orang yang saat ini terpaksa hidup di beberapa lokasi pengungsian seperti di hutan Negeri Rohomoni, Kecamatan Haruku serta beberapa lokasi di Pulau Ambon.
Untuk anak-anak pengungsi di hutan Rohomoni selama ini bersekolah di Negeri Rohomini, baik dari tingkat SD hingga SMA.