Ambon (ANTARA) - Putri Indonesia Maluku 2022 Jaswin Kaur Dhillon, mendonasikan buku dan menyemangati anak-anak untuk gemar membaca di Sekolah Rasa Dusun Waipoot, sebuah rumah baca di pedalaman Negeri (Desa) Wakal, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.
"Ini merupakan program yang saya lakukan sebagai Putri Indonesia Maluku, yaitu Kele Par Kalesang, untuk meningkatkan minat baca dan pentingnya pendidikan, terutama untuk generasi muda," kata Jaswin Kaur Dhillon di Ambon, Senin.
Perjalanan Jaswin menuju Dusun Waipoot cukup berat karena lokasi permukiman tersebut berada di atas bukit, jauh dari infrastruktur jalan yang memadai. Ia bersama relawannya berjalan kaki di tengah hari yang panas dari batas jalan aspal, melalui jalan dusun yang sebagian besar masih berupa jalan tanah.
Meski begitu, perjalanan tersebut seakan terbayar karena melihat puluhan anak-anak di Sekolah Rasa sangat antusias untuk bermain dan belajar bersama. Jaswin mengatakan alasannya meluncurkan program Kele Par Kalesang karena Maluku berada di peringkat 26 dari 34 provinsi di Indonesia, yang tingkat literasinya dinilai rendah.
"Padahal membaca itu penting untuk menunjang pendidikan kita, dan kehidupan kita yang semakin modern di era digital. Dengan banyak membaca, kita bisa memilah informasi yang benar supaya tidak terjebak informasi hoaks," ujarnya.
Sekretaris Negeri (Desa) Wakal, Armal Samal, menjelaskan Sekolah Rasa merupakan tempat belajar nonformal yang diinisiasi oleh Masyarakat Relawan Indonesia ACT dan didukung warga setempat. Bangunan sekolah itu menggunakan rumah kepala dusun untuk dijadikan Walang (rumah) baca.
"Dengan adanya Sekolah Rasa ini sangat membantu sekali karena di Dusun Waipoot lokasinya di dalam sekali. Untuk ke sekolah terdekat jaraknya sekitar tiga kilometer, dan sulit kenderaan sehingga anak-anak usia sekolah butuh rumah belajar ini," katanya.
Menurut Armal, Dusun Waipoot adalah salah satu dari tiga dusun di Negeri Wakal yang masyarakatnya berada di kategori kemiskinan ekstrem. Dua dusun dengan kemiskinan ekstrem yang lain, adalah Dusun Waringin Cap dan Oli Lama.
Selain karena akses transportasi yang sulit, kemiskinan ekstrem di daerah tersebut juga terjadi karena mayoritas warga yang bertani kesulitan untuk dapat penghasilan selama pandemi COVID-19. "Mereka membawa hasil tani ke desa tapi kurang pembelinya karena daya beli masyarakat menurun saat COVID-19," katanya.
Baca juga: Putri Indonesia Maluku Jaswin Kaur Dhillon kembali ke kampung halaman untuk belajar budaya
Cantika Muhrim, relawan dari Masyarakat Relawan Indonesia (MRI-ACT), menjelaskan tempat itu diberi nama Sekolah Rasa yang merupakan singkatan dari Rumah Belajar Atap Sagu, dan mulai beroperasi sejak Oktober 2020.
"Sekolah Rasa dilatarbelakangi kondisi COVID-19 dimana pendidikan beralih ke sistem online, sedangkan dusun ini tidak ada akses internet
sedangkan anak-anak disana banyak dan butuh wadah untuk belajar," katanya.
Saat ini ada 20 hingga 25 anak yang belajar secara gratis di Sekolah Rasa yang dibimbing oleh lima orang relawan pada dua kali pertemuan dalam sepekan. Sebagian besar anak-anak yang belajar di tempat itu adalah dari anak dari tingkat pendidikan usia dini, sekolah dasar, dan sebagian kecil SMP.
Relawan mengajari anak usia dini untuk membaca dan menulis, sedangkan anak yang sudah sekolah dibantu untuk mendalami pelajaran yang tidak tuntas mereka dapatkan di sekolah formal.
"Alhamdulillah, respon warga positif semua bahkan mereka berharap walang-walang seperti ini ada, dan terus mengawal pertumbuhan anak-anak mereka, karena pendidikan anak-anak disini ketertinggalannya jauh dibandingkan anak-anak di kota karena aksesnya jauh," ujarnya.*
Baca juga: ACT-MRI Maluku galang donasi untuk korban bencana di Luwu Sulsel, peduli sesama
Baca juga: ACT-MRI bangun posko layanan kesehatan untuk penyintas gempa di Malteng