Ambon (ANTARA) - DPRD Maluku berharap kebijakan penghapusan honorer di lingkup pemerintahan pada tahun 2023, dan rencana keterlibatan pihak ketiga dalam pengaturan para honorer harus adil dan merata sehingga tidak menimbulkan persoalan baru.
"Sebab ada yang sudah berpuluh-puluh tahun menjadi tenaga honorer dan mereka butuh kepastian, sehingga dengan keterlibatan pihak ketiga jangan sampai tidak menyelesaikan persoalan tetapi malahan menimbulkan masalah baru," kata anggota komisi I DPRD Maluku, Edison Sarimanela di Ambon, Sabtu.
Artinya mekanisme dan kebijakan yang diambil pemerintah harus memiliki keadilan untuk melihat mereka keluar dari solusi beban keuangan negara.
Menurut dia, untuk pihak ketiga ini juga masih kabur karena juknisnya seperti apa sehingga perlu ada regulasi atau aturan yang jelas sebagai payung hukum untuk menentukan pihak ketiga.
Semua orang punya hak yang sama juga untuk menentukan pihak ketiga, atau masing-masing daerah di kabupaten/kota maupun provinsi, namun minimal perlu ada regulasi sebagai payung hukumnya.
"Kemarin waktu penjabat wali kota Ambon sebut honorer Pemkot akan diatur oleh pihak ketiga, maka perlu juga ada gambaran soal masalah itu untuk menentukan siapa saja yang menjadi pihak ketiga," ujarnya.
Karena ini persoalannya nanti terjadi begitu maka diperlukan kepastian hukum lewat sebuah regulasi bagi para honorer, sehingga pemerintah harus cepat melihat masalah ini karena honorer ini sudah cukup lama mengabdi kepada negara.
"Harus ada regulasi yang pasti sebagai payung hukum untuk menentukan siapa saja yang bisa menjadi pihak ketiga dalam pengaturan honorer agar mereka tidak terombang-ambing," tegasnya.
Baca juga: Persiapan penghapusan tenaga honorer, Pemkot Ambon lakukan identifikasi pegawai
Dikatakan, meski pun menggunakan jasa pihak ketiga dalam mengatur honorer namun tetap saja menjadi beban negara dan takutnya sistem seperti ini menimbulkan kesan pemerintah melepaskan tanggungjawab melihat honorer yang jumlahnya sangat banyak.
"Kemarin komisi melakukan rapat kerja dengan BKD provinsi dan meminta data jumlah tenaga honorer di provinsi tetapi belum disampaikan, karena tujuannya adalah komisi mendapatkan gambaran jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk mereka berapa besar" katanya.
Untuk itu regulasi sebagai payung hukum sangat penting untuk menjamin kepastian agar para tenaga honorer juga tidak terombang-ambing
"Sebagai ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah di DPRD provinsi, maka regulasi menyangkut honorer daerah itu juga musti ada, sehingga diminta kepada eksekutif untuk secepatnya melihat hal ini," ucap Edison.
Baca juga: Kadisnaker Ambon antisipasi penghapusan honorer, solusinya jadi pekerja migran