Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengungkapkan proses pemulihan perekonomian sejak tahun 2021 cukup memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional, terlihat dari surplus neraca perdagangan tahun 2021 yang mampu dipertahankan pada tahun ini.
"Karena itu, tidak ada alasan bagi kita untuk pesimis. Walaupun IMF dan Bank Dunia memperkirakan perekonomian di 66 negara akan bangkrut dan ambruk, serta suasana dunia yang masih dibayang-bayangi oleh wajah muram perekonomian global, yang dipicu oleh melambungnya harga komoditas global, kebijakan moneter negara maju yang mulai agresif, serta masih berlangsungnya konflik Rusia-Ukraina, ditambah eskalasi ketegangan baru di Taiwan. Namun kita tetap harus optimistis bisa mengakhiri tahun 2022 ini dengan baik," ujar Bamsoet dalam siaran persnya, di Jakarta, Sabtu.
Dia mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia pada periode Januari hingga Juli 2022 tercatat surplus 29,17 miliar dolar AS.
Demikian pula nilai ekspor Indonesia pada periode Januari hingga Juni 2022, juga meningkat 37,11 persen dibanding periode yang sama tahun 2021, mencapai 141,07 miliar dolar AS.
Selain surplus neraca perdagangan, kata Bamsoet saat menutup Musyawarah Nasional Pertama Jaringan Pengusaha Nasional (JAPNAS), di Jakarta, Jumat (26/8) malam, optimisme pemulihan ekonomi Indonesia telah berjalan baik dan berada di jalur yang tepat, juga terlihat dari data CEIC and Verdana Research yang memperlihatkan pendapatan pemerintah (government revenue) meningkat positif hingga 51 persen.
Capaian itu tertinggi di dunia, melampaui Saudi Arabia di posisi kedua dengan 43 persen, dan Brazil di posisi ketiga dengan 30 persen.
Capaian itu tertinggi di dunia, melampaui Saudi Arabia di posisi kedua dengan 43 persen, dan Brazil di posisi ketiga dengan 30 persen.
"Hasil survei Bloomberg menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat risiko resesi yang kecil, hanya 3 persen, sangat jauh jika dibandingkan dengan rata-rata negara Amerika dan Eropa (40 hingga 55 persen) ataupun negara Asia Pasifik (pada rentang antara 20 hingga 25 persen). Pada level regional, Indonesia juga memiliki kontribusi besar dalam menopang pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN," kata mantan Ketua DPR RI ini pula.
Baca juga: Ketua MPR Bambang Soesatyo ajak Hipmi dukung wujudkan sejuta wirausaha baru
Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Kadin Indonesia ini menerangkan, menurut proyeksi IMF, PDB negara-negara ASEAN pada tahun 2025 akan mencapai 5,2 triliun dolar AS.
Berdasarkan besaran angka ini, Indonesia memiliki kontribusi sebesar 1,63 triliun dolar AS, atau yang terbesar di antara negara-negara ASEAN lainnya. IMF juga memprediksikan bahwa ASEAN akan menjadi pasar terbesar ke-4 di dunia pada tahun 2030.
"Merujuk pada data Survei Konsumen Bank Indonesia, tercatat Indeks Keyakinan Konsumen pada bulan Juli 2022 mencapai 123,2, atau berada dalam zona optimis, raihan indeks di atas 100. Jika dapat terus dipertahankan, ekspektasi pemulihan perekonomian nasional akan dapat kami wujudkan," kata Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila sekaligus Wakil Ketua Umum FKPPI/Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, posisi Indonesia yang saat ini menjadi pengampu Presidensi G20 juga harus dapat memberikan dampak nyata bagi perekonomian nasional.
Menurut kalkulasi, gelaran G20 di Indonesia diharapkan mampu memberikan kontribusi sebesar 533 juta dolar AS bagi PDB nasional, meningkatkan konsumsi domestik hingga Rp1,7 triliun, mendorong terciptanya 600 ribu hingga 700 ribu lapangan kerja baru, dan menyerap 33.000 tenaga kerja di sektor UMKM.
"Berbagai faktor tersebut juga didukung tingkat capaian vaksinasi COVID-19 di Tanah Air, yang per 25 Agustus 2022 telah mencapai lebih dari 86 persen untuk dosis pertama, dan sekitar 73 persen untuk dosis kedua. Jauh lebih baik dibandingkan beberapa negara lain di kawasan Asia dan Afrika. Setidaknya, aktivitas perekonomian berangsur membaik, dan tidak lagi terhambat oleh pembatasan mobilitas seperti pada awal masa pandemi," kata Bamsoet pula.
Baca juga: Ketua MPR: Pemerintah tidak boleh lalai soal kenaikan inflasi