Ambon (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Ambon menyarankan kepada pemerintah agar kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mempertimbangkan tingkat pendapatan di masing-masing wilayah yang berbeda sehingga masyarakat masih mampu menjangkaunya.
“Sebagai wakil rakyat kami sebetulnya mendukung tetapi kami memberikan saran dan masukan supaya kenaikan BBM subsidi itu tidak terlalu tinggi,” kata Ketua Komisi II DPRD Ambon, Christianto Laturiuw, di Ambon, Maluku, Jumat.
Ia mengatakan, pemerintah harus memberikan perhatian serius terkait tahapan-tahapan kondisi ekonomi masyarakat saat ingin menaikkan harga BBM subsidi.
“Kondisi ekonomi masyarakat kita masih mengalami perubahan-perubahan yang besar terlebih kita masih dalam masa pandemi COVID-19,” katanya.
Menurutnya, apabila kenaikan harga BBM subsidi ini terlalu tinggi, maka akan ada dampak kurang baik terhadap banyak masyarakat.
“Jadi kami memberikan saran supaya kenaikan boleh dilakukan tetapi jangan sampai terlalu tinggi, setidaknya mempertimbangkan tingkat pendapatan atau tingkat kebutuhan masyarakat, itu yang perlu diperhatikan,” ujarnya.
Baca juga: Kenaikan BBM Tidak Pengaruhi Anggaran Kendaraan Dinas
Laturiuw berharap, BBM subsidi sepenuhnya dinikmati oleh kelompok masyarakat yang berhak.
“Karena fakta membuktikan di lapangan BBM subsidi itu bukan sepenuhnya dinikmati oleh orang-orang yang betul-betul membutuhkan atau yang tidak mampu, tapi juga ada yang mampu itu ternyata menggunakan BBM-BBM bersubsidi,” ucap Laturiuw.
Hingga saat ini pemerintah masih melakukan perhitungan dengan cermat terkait rencana kenaikan harga BBM bersubsidi.
Pada tahun ini, anggaran subsidi BBM dan LPG mencapai Rp149,4 triliun, dan subsidi listrik mencapai Rp59,6 triliun. Lalu, kompensasi BBM mencapai Rp252,5 triliun dan kompensasi listrik mencapai Rp41,0 triliun. Dengan jumlah itu, total anggaran subsidi dan kompensasi mencapai Rp502,4 triliun.
Jumlah ini berpotensi membengkak hingga Rp698 triliun atau naik Rp195,6 triliun, apabila konsumsi terus meningkat. Hal itu karena harga jual eceran (HJE) BBM bersubsidi jauh lebih rendah dibandingkan harga jual seharusnya atau tingkat keekonomiannya.