Ambon (ANTARA) - Kepolisian Daerah Maluku melakukan penambahan personil sebanyak satu satuan setingkat peleton (SST) Brimob dari Ambon menuju lokasi konflik di Maluku Tenggara (Malra)
“Cukup lah kita sudah berulang kali konflik di sana, dan di sana personil sudah kita perkuat, hari ini pun saya sudah berangkatkan lagi satu SST lagi dari Brimob Ambon, kemudian nanti kita akan melakukan pergeseran dari Pulau Aru dan di Dobo,” kata Kapolda Maluku Irjen Pol. Lotharia Latif, di Ambon, Senin.
Kapolda mengaku, sejauh ini perkembangan di sana sudah berlangsung kondusif dan aman, polisi tetap terus berjaga-jaga mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan kembali terjadi.
Baca juga: MUI bantah masjid terbakar akibat bentrokan di Maluku Tenggara, tepis isu hoaks
“Tapi saya harapkan kondisi kondusif itu permanen, jangan lagi ada konflik-konflik lagi,” ujarnya.
Kapolda juga l mendorong kepada masyarakat apabila ada persoalan yang sulit diselesaikan, agar segera menyalurkannya lewat tokoh adat, pemerintah desa, pemerintah kecamatan, bahkan kabupaten.
“Jangan masing-masing kemudian melakukan kegiatan berdasarkan sektoral masing-masing,” pinta Kapolda.
Ia mengatakan, saat ini upaya mediasi juga sedang berjalan, bupati Malra sudah hadir di sana, dan Kapolda berharap, ada rekonsiliasi sesuai dengan Undang-undang penanganan konflik sosial, mulai dari tahapan pencegahan, penghentian, sampai nanti kemudian pemulihan pasca konflik.
“Mudah-mudahan ada rekonsiliasi, kita melihat generasi muda di sana kasihan. Sementara mereka di sana bersaudara, saling satu sekolah, tapi pada akhirnya ribut seperti ini. Cukuplah saya kira,” harap Kapolda.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol. M. Roem Ohoirat menambahkan jumlah personil yang ada saat ini di lokasi konflik Malra sudah ada 6 SST dipimpin oleh kapolres Malra, dan Dandim.
“Dan Bapak Kapolda juga telah memerintahkan tiga pejabat utama Polda Maluku di antaranya, Dansat Brimob, Dirkrimum, dan Direktur Intel untuk berada di lapangan memimpin langsung pengamanan di lapangan,” katanya.
Baca juga: Kapolda Maluku: Konflik berdampak buruk bagi generasi muda, begini penjelasannya
Diberitakan, Sabtu, 12 November 2022 pagi terjadi konflik antar warga Bombay dan Elath akibat adanya upaya yang dilakukan oleh warga masyarakat Desa Bombay memasang sasi atau larangan adat di perbatasan dengan Desa Elath dengan mengklaim tanah tersebut milik mereka.
Upaya pemasangan larangan adat tersebut sempat dibubarkan pihak aparat kepolisian, namun kejadian yang dilakukan secara tiba-tiba ini mengakibatkan aparat gabungan antara TNI Polri sempat kewalahan.
Karena itu, pukul 11.00 WIT, Kapolda Maluku memerintahkan Kapolres Malra untuk penebalan pasukan sebanyak dua satuan setingkat peleton yang dipimpin langsung oleh Kapolres Malra dan Wakapolres Malra.
Dampak bentrok kelompok warga mengakibatkan kerusakan berupa kendaraan roda dua yang terbakar berjumlah enam unit di Ohoi Depur dan Wakatran dekat Ohoi Elat, lalu enam rumah warga Ohoi Depur, Wakatran, dan Wakol, dua bangunan sekolah SMP dan SMA di Wakatran, dan 22 rumah warga di Ohoi Ngurdu terbakar dan rusak berat.
Untuk korban luka-luka akibat terkena panah maupun sayatan benda tajam terdiri dari korban di Ohoi Bombay 14 orang, Ngurdu satu orang, Ohoi Soinrat tujuh orang, Ohoi Watsin enam orang, dan Elat 22 orang.
Sebanyak dua anggota kepolisian juga mengalami luka akibat panah, yakni Matias Vavu anggota Brimob BKO Yon C Pelopor Tual yang mengalami luka panah pada paha kiri, dan Surya Indra Lasmana anggota Polsek Kei Besar yang mengalami luka panah pada pinggang sebelah kiri.
Sementara itu, untuk dua korban jiwa masing-masing berasal dari Ohoi Bombay, yakni Tosy Urbanus Uluhayanan (28) yang meninggal dunia akibat proyektil pada bagian tenggorokan, dan satu warga lansia dari Ohoi Ngurdu bernama Daniel Kabinubun (62) yang meninggal dunia akibat terjebak di dalam rumah yang terbakar.
Kedua desa tersebut juga sudah pernah bentrok pada 6 Oktober 2022 lalu, yang mengakibatkan korban sebanyak 31 korban, di mana Ohoi Bombay sebanyak 15 korban, dan Ohoi Elath sebanyak 16 korban.
Kejadian pada 6 Oktober tersebut sudah diantisipasi dan sudah ditempatkan tiga satuan tingkat peleton (SST) gabungan dari TNI Polri yang ada di sana.
Baca juga: Bupati Thaher: Bentrok Maluku Tenggara bukan konflik agama