Ambon (ANTARA) - Para pengungsi korban eksekusi lahan dan bangunan di kawasan Jalan Jenderal Sudirman Ambon yang masih mengungsi di masjid meminta pemerintah daerah untuk merelokasi mereka ke tempat yang lebih representatif.
"Yang terkena penggusuran saat eksekusi lahan itu ada 15 rumah yang di dalamnya terdapat 30 kepala keluarga atau sebanyak 174 jiwa, dan di situ ada anak-anak sekolah maupun balita," kata Abdulharis, salah satu korban eksekusi di Ambon, Rabu.
Permintaan Abdulharis disampaikan dalam rapat dengar pendapat korban eksekusi didampingi Adam Habiba selaku kuasa hukum para korban dengan Komisi I DPRD Maluku, Bidang Aset BPKAD provinsi serta BPN Kota Ambon.
Menurut dia, pelaksanaan eksekusi juga dirasakan janggal sehingga pemerintah daerah bersama DPRD provinsi diminta membentuk tim investigasi untuk melakukan kajian terhadap pelaksanaan eksekusi lahan itu sesuai standar operasional prosedur atau tidak.
"Ada kejanggalan dan pihak BPN menyatakan tidak ada pengembalian batas dan ketika persoalan ini disampaikan ke Pengadilan Negeri Ambon juga tidak disikapi," tandasnya dalam rapat dipimpin Amir Rumra selaku ketua komisi.
Dia juga menyayangkan pihak Bidang Aset BPKAD Maluku yang menyebutkan sebagian lahan yang dieksekusi bukan merupakan lahan pemerintah daerah, padahal Rumah Makan Arema Barokah yang dibongkar berada di atas lahan milik pemda.
Kuasa hukum para korban eksekusi lahan Adam Habiba mengakui saat ini pihaknya sementara melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung RI
"Putusan PN Ambon nomor 206 tersebut di dalamnya terdapat 30 orang namun yang digugat hanya 20 orang, kemudian ada empat pemilik sertifikat malahan tidak mengetahui persidangan tersebut," katanya.
Sementara Plt Kepala BPN/ATR Kota Ambon, Eric Hosta Mella menjelaskan pihaknya tidak diikutsertakan dalam proses persidangan hingga proses pengembalian batas sampai hari ini juga belum ada, baik itu untuk objek 354 maupun yang GS 357.
"Kalau untuk aplikasi 'Sentuh Tanahku' itu memang bersifat informatif dan indikatif, tetapi untuk memastikannya memang memerlukan proses pengembalian batas," katanya.
Sehingga pemilik sertifikat di lahan tersebut juga bisa mengajukan permohonan pengembalian batas ke BPN dengan syarat melibatkan berbagai pihak untuk membuktikan apakah ada tumpang tindih sertifikat dalam objek yang sama atau tidak.
"Kalau pun terjadi tumpang tindih maka sudah menjadi tanggung jawab BPN sesuai regulasi yang ada seperti gagal administrasi (tumpang tindih)," ujarnya.