Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan setelah bursa karbon resmi diluncurkan, masih terdapat pekerjaan rumah yang masih harus diselesaikan yakni penuntasan peta jalan perdagangan dan pajak karbon.
"Dilaporkan masih ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan antara lain penyelesaian peta jalan perdagangan karbon sektor dan pajak karbon. Kami ingin segera tuntaskan ini berangkat dari hasil ratas (rapat terbatas) yang lalu," kata Luhut dalam Peluncuran Bursa Karbon Indonesia di Jakarta, Selasa.
Luhut menyebutkan beberapa peraturan teknis juga masih dibutuhkan yakni Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) terkait Nationally Determined Contribution (NDC) hingga perdagangan karbon luar negeri dan Peraturan Menteri Keuangan terkait pajak karbon.
"Supaya ini (peraturan) tidak lari dari hasil keputusan ratas lalu," katanya.
Baca juga: Menko Marves harap investasi Xinyi tidak lepas karena konflik Rempang
Luhut menjelaskan penyelenggaraan bursa karbon yang baru diluncurkan Selasa ini akan diawasi langsung Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pengawasan oleh OJK itu akan dilakukan dengan teknologi blockchain, dan menggunakan unit karbon berkualitas yang dijalankan secara bertahap.
"Dimulai dari pasar dalam negeri, dan akan dikembangkan untuk perdagangan pasar karbon luar negeri serta sebagai karbon market regional hub," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Luhut juga melaporkan bahwa telah ditetapkan peraturan tentang tata kerja Komrah, tata cara perdagangan karbon sektor kehutanan, POJK tentang bursa karbon, dan peraturan lain yang berkaitan dengannya.
Selain itu, implementasi perdagangan emisi atau ETF dari 99 unit PLTU batu bara, juga telah diluncurkan pada 22 Februari 2023.
Baca juga: Menko Marves: Hari Maritim momentum jaga dan kelola sumber daya maritim
Selanjutnya, terdapat implementasi perdagangan karbon sektor kehutanan dan mekanisme non-pasar, melalui program carbon fund di Kalimantan Timur, biocarbon di Jambi, dan kerja sama dengan pemerintah Norwegia dengan total nilai mencapai 236 juta dolar AS.
Bursa karbon Indonesia yang diluncurkan pada Selasa memiliki potensi 13 ton CO2 kredit karbon dengan nilai kredit karbon melebihi Rp3.000 triliun.
“Di catatan saya ada kurang lebih 13 ton CO2 potensi kredit karbon yang bisa ditangkap, dan jika dikalkulasi potensi bursa karbon kita bisa mencapai Rp3.000 triliun bahkan lebih,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Peluncuran Bursa Karbon Indonesia
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Luhut: Masih ada pekerjaan untuk penyelesaian pajak karbon