Ambon (ANTARA) - Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Maluku melakukan upaya untuk pengembangan teknologi guna meningkatkan pengawasan terhadap luasan mangrove yang ada di daerah itu.
“Perubahan tutupan ekosistem mangrove paling banyak melanda daerah perkotaan, seperti Kota Ambon dan Kota Tual, Maluku. perubahan terjadi karena adanya kebijakan strategis kota untuk membangun obyek perekonomian baru,” kata Kepala Dinas Kelautan Perikanan Provinsi Maluku Erawan Asikin dalam keterangan yang diterima di Ambon, Senin.
Upaya pengembangan teknologi pengawasan mangrove tersebut melalui koordinasi dengan pihak swasta terkait yang memiliki teknologi dimaksud.
“Dukungan teknologi ini dimiliki oleh pihak swasta salah satunya Indosat yang menawarkan teknologi Internet of Things (Iot) yang dapat memantau beberapa parameter penting kualitas air untuk budidaya perikanan secara komputasi waktu nyata, khususnya tambak yang berdekatan dengan wilayah tumbuh mangrove,” kata dia.
Pasalnya kata dia saat ini sejumlah titik zona mangrove tengah dijaga dan diawasi agar peruntukkannya tidak diubah untuk hal apa pun, di Teluk Ambon sendiri beberapa wilayah yang menjadi konsen yakni kawasan Passo hingga Galala, Ambon.
“Kehadiran mangrove penting untuk melindungi Provinsi Maluku dari ancaman kenaikan permukaan air laut,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa sejak 2018 hingga 2022, sebanyak 25 hektare kawasan pesisir Maluku hilang. Oleh karenanya perlu mangrove yang kuat untuk membatasi hal ini.
Lanjutnya, alih fungsi masih terjadi, seperti di Kabupaten Buru, untuk pembukaan area perikanan, lalu juga di wilayah perkotaan. Namun perubahan peruntukan kawasan ini memang dimungkinkan dengan aturan yang ada,” katanya.
Untuk itu sebagai langkah awal, pemerintah telah menetapkan 30 kawasan konservasi di Maluku. Sebanyak 29 di antaranya fokus menjaga mangrove.
Akan tetapi, penetapan ini masih mengancam eksistensi mangrove. Namun kawasan tetap bisa diubah apabila ada kebijakan strategis nasional.