Ambon (Antara Maluku) - Para pimpinan agama di Maluku meminta penyelenggara Pilpres di daerah ini jujur, adil dan profesional dalam merekapitulasi perhitungan suara di tiap tingkatan.
"Jadi KPU/Bawaslu Maluku serta KPU/Panwaslu sembilan Kabupaten dua dua Kota harus jujur, adil dan profesional saat rekapitulasi perhitungan suara dari dua kandidat pasangan Capres - Cawapres," kata Ketua MUI Maluku, Idrus Toekan, di Ambon, Senin.
Seruan pimpinan agama ini disampaikan saat pertemuan dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Maluku, Tokoh masyarakat, pemangku adat (Latupati), pimpinan Parpol serta tokoh pemuda/mahasiswa menyikapi pasca-Pilpres dengan perhitungan cepat (quick count) sehingga terjadi saling klaim antara kandidat dua pasangan Capres - Cawapres.
"Pengalaman penyelenggaraan Pilkada Maluku pada 2013 maupun Pileg 9 April 2014 ternyata masih ditemukan penyelenggaranya bermasalah sehingga diproses hukum hingga pemecatan," ujarnya.
Konsekuensi tersebut berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) maupun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang dikenakan kepada oknum penyelenggara Pemilu.
"Jadi jangan terulang kembali praktek manipulasi perolehan suara sehingga terjadi ekses tidak diinginkan terhadap stabilitas keamanan di Maluku yang saat ini terpelihara kondusif," tegas Idrus.
Begitu pun tim sukses/ pemenangan pasangan Prabowo - Hatta maupun Jokowi - JK hendaknya tidak melakukan aksi berlebihan paska pengumunan cepat (quick count) oleh sejumlah lembaga survei yang diragukan profesionalismenya.
"Ingatlah bila terjadi perbedaan politik. Tapi, jangan menimbulkan perpecahan masyarakat di Maluku yang menjunjung nilai - nilai hidup basudara sebagai warisan leluhur," kata Idrus.
Ketua Majelis Pekerja Harian (MPH) Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM), Jhon Ruhulesin, paska Pilpres pada 9 Juli 2014 ini butuh adanya ketegasan dari KPU/Bawaslu setempat hingga ke tingkat penyelenggara di panitia pemungutan suara (PPS).
"Jujur masyarakat di Maluku dengan Pilpres semakin menunjukkan kematangan berpolitik sehingga berpulang kepada KPU/Bawaslu mengemban tugas dan tanggung jawab sesuai ketentuan perundang-undangan," ujanya.
Apalagi, paska Pilpres ternyata basudara Muslim masih menunaikan Bulan Suci Ramadhan 1435 Hijriah sehingga jalinan keharmonisan antarumat beragama itu harus dicerminkan dan dampaknya strategis dalam memelihara stabilitas keamanan.
"Rasanya semangat harus Ramadhan menjiwai sisa tahapan Pilpres hingga pelantikan Presiden dan Wapres dijadwalkan pada Oktober 2014," kata Jhon.
Sedangkan staf Keuskupan Amboina menyampaikan pesan Uskup Diosis setempat, Mgr.P.C. Mandagie agar penyelenggara dalam melakukan rekapitulasi perhitungan suara harus menunjukan kinerja yang baik dan benar.
"Cerminan tersebut harus ditunjukkan, baik aparat birokrasi, personil TNI/Polri, penyelenggara maupun tim sukses," ujarnya.
Karena itu, setelah masyarakat memutuskan hak politiknya sesuai hati nurani, maka semua komponen bangsa saat paska Pilpres harusnya berbicara maupun dengan an benar.
"Itu kunci ketidak berpihakan pihak - pihak yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pilpres yang di Maluku daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 1.216.296 pemilih yang tersebar di sembilan Kabupaten dan dua Kota dengan 3.250 TPS.
Sedangkan DPT Pileg pada 9 April 2014 sebanyak 1.181.065 pemilih tersebar di 3.805 TPS.
Tingkat partisipasi pemilih di Maluku saat Pileg pada 9 April 2014 yakni 78,71 persen.
Pilpres 9 Juli 2014 diikuti pasangan Capres dan Cawapres, Prabowo Subianto - Hatta Rajasa dengan nomor urut 1, sedangkan Joko Widodo - Jusuf Kalla nomor urut 2.
Pimpinan Agama Minta Penyelenggara Pilpres Jujur
Senin, 14 Juli 2014 14:20 WIB