Sesuai RPJM ada tiga target yang akan diccapai, yakni pelayanan air minum masyarakat tidak ada pemukiman kumuh di perkotaan dan meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah domestik, sampah dan drainase lingkungan).
"Pencapaian tiga target tersebut ditentukan oleh kontribusi pemerintah dan partisipasi masyarakat, serta sinergi stakholder," kata Wali Kota Richard Louhenapessy, di Ambon, Kamis.
Ia mengatakan, Ditjen Cipta Karya Kementerian PU dan Perumahan Rakyat menyiapkan Program Peningkatan Kualitas Pemukiman (P2KP), sebagai upaya strategis memberdayakan masyarakat dan memperkuat peran Pemerintah dalam rangka pencapaian target penanganan kawasan kumuh di perkotaan pada 2015- 2019.
Sasaran program sebanyak 15 desa dan kelurahan di dua kecamatan yakni Nusaniwe dan Sirimau, mencakup kurang lebih 102 hektare kawasan.
"Semuanya ini tercapai bukan hanya tugas pemerintah kota. Kepala desa, raja atau lurah sebagai garda terdepan di masyarakat harus berperan serta," kata Richard.
Dijelaskannya, penanganan kawasan kumuh didasari kriteria fisik dan non fisik. Fisik di antaranya keteraturan bangunan, kepadatan, kondisi fisik bangunan, jalan lingkungan saluran air hujan (drainase lingkungan), pembuangan air limbah, penyediaan air bersih dan air minum, pengelolaan sampah dan pengamanan bahaya kebakaran.
Sedangkan non fisik meliputi legalitas pendirian bangunan, mata pencaharian penduduk, dan pengasilan rata-rata keluarga.
Langkah yang dilakukan untuk menangani kawasan kumuh yakni pencegahan terbentuknya kawasan kumuh baru, dan pembangunan lingkungan kawasan kumuh melalui program penataan lingkungan berbasis komunitas (PLPBK).
"Seluruhnya akan berjalan dengan baik jika tersedia data, lahan dan kesiapan masyarakat untuk menata lingkungan dengan baik," tandas Richard.
Ia menambahkan, kawasan kumuh jangan dilihat sekarang tetapi hal ini merupakan warisan pembangunan masa lalu, karena dahulu masyarakat membangun rumah tanpa IMB dan memperhatikan tata ruang.
"Tugas pemerintah sekarang adalah bagaimana menata kembali kawasan yang kumuh menjadi rapih. Kita harus berbesar hati agar sejalan komitmen pemerintah tahun 2019 kawasan kumuh harus 0 persen, hal ini harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat," ujarnya.
Dijelaskannya, penanganan kawasan kumuh didasari kriteria fisik dan non fisik. Fisik di antaranya keteraturan bangunan, kepadatan, kondisi fisik bangunan, jalan lingkungan saluran air hujan (drainase lingkungan), pembuangan air limbah, penyediaan air bersih dan air minum, pengelolaan sampah dan pengamanan bahaya kebakaran.
Sedangkan non fisik meliputi legalitas pendirian bangunan, mata pencaharian penduduk, dan pengasilan rata-rata keluarga.
Langkah yang dilakukan untuk menangani kawasan kumuh yakni pencegahan terbentuknya kawasan kumuh baru, dan pembangunan lingkungan kawasan kumuh melalui program penataan lingkungan berbasis komunitas (PLPBK).
"Seluruhnya akan berjalan dengan baik jika tersedia data, lahan dan kesiapan masyarakat untuk menata lingkungan dengan baik," tandas Richard.
Ia menambahkan, kawasan kumuh jangan dilihat sekarang tetapi hal ini merupakan warisan pembangunan masa lalu, karena dahulu masyarakat membangun rumah tanpa IMB dan memperhatikan tata ruang.
"Tugas pemerintah sekarang adalah bagaimana menata kembali kawasan yang kumuh menjadi rapih. Kita harus berbesar hati agar sejalan komitmen pemerintah tahun 2019 kawasan kumuh harus 0 persen, hal ini harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat," ujarnya.