Ambon (ANTARA) -
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Ambon menjatuhkan vonis selama delapan tahun penjara terhadap Falevy Nahumarury, terdakwa kasus pembunuhan di Tulehu, Kecamatan Salahutu (Pulau Ambon) Kabupaten Maluku Tengah.
"Menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melanggar pasal 338 KUH Pidana dan menjatuhkan vonis delapan tahun penjara," kata ketua majelis hakim, Syamsudin La Hasan didampingi Ronny Felix Wuisan dan Jenny Tulak selaku hakim anggota di Ambon, Rabu.
Yang memberatkan terdakwa dihukum penjara karena perbuatannya telah mengakibatkan Awaludin Betaubun meninggal dunia.
Sedangkan yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan dan belum pernah dihukum.
Putusan majelis hakim masih lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Ambon, Elsye Leonupun yang meminta majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti bersalah dan dihukum 10 tahun penjara.
Atas putusan tersebut, baik JPU Kejari Ambon Elsye Leonupun masih menyatakan pikir-pikir, sementara terdakwa melalui penasihat hukumnya Abdusyukur Kaliki menyatakan menerima.
Dalam persidangan sebelumnya, penasihat hukum terdakwa meminta majelis hakim membebaskan kliennya dari segala tuntutan jaksa karena unsur-unsur yang terdapat dalam pasal 338 KUH Pidana tidak terpenuhi.
Menurut PH, unsur-unsur dalam pasal 338 KUHP tersebut sangat keliru, karena jika dikaitkan dengan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan maka sangat bertentangan atau tidak bersesuaian.
"Sebab kami selaku PH yakin penuh bahwa seseorang itu tidak dapat dihukum karena melakukan perbuatan pembelaan darurat untuk membela diri atau orang lain atau hartanya dari serangan atau ancaman yang melawan hukum," tegas Kaliki.
Hal ini diatur dalam pasal 49 KUHP pada ayat (1) menyatakan tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.
Kemudian pada ayat (2) menjelaskan, pembelaan terpaksa yang melampaui yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman seseorang itu tidak dipidana.
PH pada prinsipnya ada beberapa kriteria yang bisa dikatakan sebagai pembelaan paksa yakni adanya tekanan dari luar yang mengancam jiwa dan sifatnya melawan hukum, dimana salah satu unsur tekanannya jika dikaitkan dengan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan.
"Yakni bahwa perbuatan yang dilakukan korban sangatlah melampaui batas dengan cara datang memprovokasi orang beramai-ramai membuat keributan sambil membawa senjata tajam sehigga mengancam keselamatan terdakwa," tegas Kaliki.
Kemudian dikatakan proporsionl, artinya seseorang melakukan ancaman dengan senjata tajam yang dilakukan korban Awaludin Betaubun, sementara terdakwa tidak membawa apa-apa dan melakukan perlawanan hingga merebut senjata tajam lawan untuk membela diri.
Hakim PN Ambon vonis terdakwa pembunuhan delapan tahun
Rabu, 25 September 2019 18:10 WIB