Ambon (ANTARA) - Hari masih begitu pagi, belum juga pukul 08.00, tapi sinar matahari sudah hampir menyengat. Para relawan dan pegiat HIV/AIDS berbaju oranye bergerak cepat, berpencar di jalanan. Dengan mengenakan masker, mereka membagi-bagikan selebaran kepada setiap pejalan kaki dan pengendara yang lewat.
Hari itu, 1 Desember 2021, diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia. Masih dalam situasi pandemi COVID-19, belasan relawan dan pegiat HIV/AIDS menyusuri sepanjang ruas Jalan AY Patty hingga kawasan Gong Perdamaian Dunia, area yang paling ramai dilewati oleh warga Kota Ambon.
Kegiatan membagi selebaran merupakan program kampanye yang digelar oleh Komisi AIDS (KPA) Provinsi Maluku untuk memperingati Hari AIDS Sedunia.
Tema peringatan Hari AIDS Sedunia secara global ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization - WHO) adalah End Inegualities, End AIDS, End Pandemic (Akhiri ketidaksetaraan, akhiri AIDS, akhiri pandemi). Di Indonesia, tema yang diusung adalah "AIDS: Cegah HIV, Akses Untuk Semua" sebagaimana telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan.
"Karena masih pandemi COVID-19 peringatan Hari AIDS Sedunia hanya digelar dengan membagikan selebaran untuk mengingatkan masyarakat bahwa HIV/AIDS masih ada di wilayah kita," ucap Sekretaris KPA Provinsi Maluku dr Sri Anantha Widya, Jumat.
Upaya mengendalikan pandemi HIV/AIDS tidak semudah membalikkan telapak tangan, apalagi di tengah situasi pandemi COVID-19, di mana semua aktivitas masih serba terbatas.
"Ini seperti melawan pandemi di tengah pandemi, kita tidak bisa duduk diam saja dan menunggu hingga COVID-19 berakhir, tapi kita juga harus tetap bergerak bersama-sama berjuang untuk pandemi HIV/AIDS," ujar dr Sri.
Ia mengatakan 13 tahun sejak pertama kali terdeteksi di Kota Tual pada 1994, kasus penularan HIV/AIDS di Maluku dinyatakan menjadi epidemi terkonsentrasi karena total kumulatif orang yang terinfeksi sudah mencapai 345 kasus.
Tren penularan HIV/AIDS terus mengalami peningkatan, tahun 2009, kasusnya sudah menyebar di semua kabupaten/kota di Maluku, dan total kumulatif yang terinfeksi hampir mencapai 1.000 orang.
Di tahun 2020, saat pandemi COVID-19 dinyatakan sudah masuk ke Indonesia, termasuk Maluku, dan pembatasan aktivitas masyarakat diberlakukan, angka "pandemi" HIV/AIDS tidak menurun tapi terus meningkat, 392 orang ditemukan terinfeksi HIV dan 67 orang dinyatakan AIDS.
Per Januari-Oktober 2021, angka penularan HIV terdata sebanyak 206 kasus, sementara ODHA yang terlapor 19 orang, jumlah totalnya mencapai 225 kasus baru yang ditemukan.
Terhitung sejak 1994 hingga Oktober 2021, total kumulatif penularan HIV/AIDS sejak tahun 1994 hingga Oktober 2021 sebesar 6.770 kasus, 58 persen pengidap virus itu berjenis kelamin laki-laki, sedangkan perempuan 42 persen.
Berdasarkan golongan umur, 77 persen berada pada usia 15-39 tahun. Sebesar 86,4 persen cara penularan melalui hubungan seksual heteroseks dan 3,0 persen melalui hubungan sesama jenis.
"Tahun 2011, kasus HIV/AIDS dinyatakan sudah masuk ke dalam lingkungan keluarga, ibu rumah tangga dan anak-anak juga ditemukan terinfeksi," ujar dr Sri.
Stigma dan diskriminasi
Noni, seorang ibu rumah tangga berusia 47 tahun. Sehari-hari ia bekerja sebagai penjual makanan. Selain keluarga dan beberapa teman dekatnya, tak ada yang tahu ia mengidap HIV.
Noni pertama kali mengetahui dirinya terinfeksi HIV pada 2010, kala itu ia baru berusia 36 tahun. Ia tertular dari suaminya, Janes yang bekerja di kapal dan pulang ke Ambon, kemudian sakit dan berat badan turun 10 kilogram.
"Saat itu kondisi suami sudah masuk tahap stadium AIDS karena sudah mengalami wasting syndrome, tubuhnya kurus dan kulit tubuh berubah menghitam, rambutnya juga rontok," ucap dia.
Sebagai pengidap HIV/AIDS, tidaklah mudah bagi Noni untuk memberitahukan kondisi dirinya dan suami kepada keluarga. Orang tua Noni marah besar, mereka meminta ia dan suami bercerai.
Karena Noni bersikeras tidak ingin bercerai dan tetap ingin mendampingi suaminya hingga sembuh, orang tua Noni meminta mereka berdua pergi dari rumah dan anak-anak tidak boleh dibawa.
"Mama saya marah besar, beliau bilang kami tidak boleh lagi tinggal bersama dengan mereka. Kami terpaksa pindah dan anak-anak harus dibiarkan bersama orang tua saya," katanya.
Sempat mengalami masalah diskriminasi dan stigma dari orang-orang di sekitarnya, Noni kini memutuskan untuk menjadi relawan Pengawas Minum Obat (PMO) Klinik Pombo RSUD dr M Haulussy.
Noni berbagi pengalamannya, menyemangati dan mengingatkan para penderita HIV/AIDS lainnya, kalau mereka masih bisa sehat dan produktif seperti dirinya dan suami. Ia menunjukkan kepada orang-orang di sekitarnya, anak-anak mereka sama sekali tidak tertular meski hidup serumah.
"Suami saya juga setelah rutin minum obat, kondisinya membaik dan tidak pernah masuk rumah sakit lagi. Saya minta kepada dokter, saya mau minum obat sebelum kondisi saya separah suami," ucapnya.
Selain Noni, masih banyak penderita HIV/AIDS yang masih merasa ketakutan untuk berbagi dan menceritakan kepada orang lain perihal sakit mereka. Nirma misalnya, gadis yang belum genap berusia 26 tahun, ia terkena HIV dari kekasih yang dipacarinya selama tiga tahun.
Semula Nirma sempat menjadi gunjingan warga, dia dibilang mengidap sakit aneh, bahkan rumor berkembang ia diguna-guna. Keluarganya karena tak kuat menahan malu sempat memindahkan ia ke rumah salah satu keluarga selama satu tahun hingga ia sehat dan tak lagi harus rutin berobat.
Saat ini Nirma sudah sehat dan bekerja sebagai pegawai toko. Kendati demikian, ia masih belum bisa membuka diri dengan banyak orang mengenai sakit yang dialaminya karena khawatir dijauhi dan dicemooh. Karena itu, selain keluarga dan beberapa teman dekatnya, tak ada yang tahu ia mengidap HIV.
"Saya ingin memberitahu banyak orang kalau saya sakit tapi saya juga bisa hidup sehat dan produktif seperti mereka, tapi saya masih belum berani, masih khawatir karena belum banyak orang yang punya pengetahuan mengenai HIV dan AIDS," katanya.
Memahami HIV dan AIDS
"HIV/AIDS berbeda dengan COVID-19, hidup serumah, mengikuti pertemuan atau rapat bersama, ludah, bersin dan batuk tidak akan menularkan virus kepada orang lain," ucapnya.
Ia mengatakan HIV/AIDS tidak menular hanya karena bersentuhan dan berjabat tangan, berenang bersama, berpelukan dan berciuman, menggunakan kamar mandi dan toilet bersama, makan dan minum bersama, maupun memakai ponsel, handuk, sapu tangan dan bergantian pakaian, dan gigitan serangga.
Aktivitas yang bisa menularkan HIV adalah hubungan seksual yang tidak aman dengan orang yang telah terinfeksi, transfusi darah yang telah tercemar HIV dan penggunaan jarum suntik yang sama.
Selain itu, ibu yang terinfeksi HIV/AIDS juga bisa menularkan kepada anak yang di kandungnya. Karena itu, para ibu hamil diwajibkan untuk menjalani tes dan pemeriksaan HIV/AIDS.
"HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan menjadi penyebab AIDS. Meski belum bisa disembuhkan tapi ada obat yang bisa menekan perkembangbiakan virus," kata dr Sri Anantha Widya.
Menurut dr Sri, tahapan alamiah infeksi HIV terdiri dari empat tahap atau periode. Tahap satu (windows period) merupakan tahap tertular dengan jangka waktu dua pekan hingga enam bulan, dan stadium dua tanpa gejala berlangsung selama tiga hingga 10 tahun.
Stadium tiga atau tahap dari HIV menjadi AIDS berlangsung selama satu tahun, penderita mulai merasakan gejala flu, demam dan diare, dan tahap empat merupakan periode terjadinya gejala serius, seperti pembengkakan kelenjar getah bening dan infeksi jamur di mulut.
Ketika sudah berada di stadium empat, orang dengan HIV/AIDS (ODHA) juga bisa mengalami penurunan berat badan atau wasting syndrome dan sarkoma kaposi, kanker yang menyebar ke seluruh permukaan tubuh disertai bintik menonjol keungu-unguan.
Kendati HIV/AIDS belum bisa disembuhkan, ada obat anti retroviral (ARV) yang dapat menekan jumlah virus dalam darah, sehingga ODHA yang sudah terinfeksi bisa tetap hidup sehat. ARV disediakan gratis oleh pemerintah. Di Maluku obat ARV bisa didapatkan di Klinik Pombo RSUD dr Haulussy.
ODHA harus patuh minum obat sesuai waktu yang disepakati, karena seumur hidup mereka harus melakoninya dengan jarak waktu yang sama dan tidak boleh terlewatkan karena akan menimbulkan gejala resistensi.*
Kampanye HIV/AIDS di Maluku, melawan pandemi di tengah pandemi, masih didiskriminasi
Jumat, 3 Desember 2021 21:51 WIB