Ambon (ANTARA) - Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Satreskrim Polresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease melimpahkan berkas perkara lima pelaku anak dan satu orang dewasa yang terlibat kasus rudapksa terhadap seorang anak di bawah umur ke Kejari Ambon.
"Pelimpahan tahap dua berupa penyerahan berkas perkara dan para tersangka serta barang bukti kepada jaksa agar kasus ini secepatnya bisa disidangkan di pengadilan," kata Kasi Humas Polresta Ambon Ipda Moyo Utomo di Ambon, Senin.
Ia menyebutkan satu dari enam tersangka berinisial AW (18) sudah berusia dewasa, sementara lima pelaku lainnya berusia antara 14 dan 17 tahun. Adapun korbannya berusia 16 tahun.
Baca juga: Terdakwa rudapaksa anak kandung di Ambon dituntut 15 tahun penjara
Menurut dia, para tersangka ditahan berdasarkan laporan polisi nomor LP/B/475/IX/2022/SPKT/Polresta Ambon/Polda Maluku tanggal 30 September 2022.
Lokasi tindak pidana tersebut, kata dia, di sebuah rumah kosong di kawasan Waiheru, Kecamatan Baguala, Kota Ambon, Kamis, (29/9) 2022 sekitar pukul 18.30 WIT.
Mereka dijerat melanggar Pasal 82 ayat (1) dan/atau Pasal 81 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU.
"Ancaman pidana penjaranya paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun," katanya.
Baca juga: PGRI Maluku: Korban kekerasan seksual harus dilindungi di sekolah, begini penjelasannya
Ketua KPID Maluku Mutiara Dhara Utama mengatakan bahwa pihaknya saat ini gencar melaksanakan program literasi digital kepada anak-anak sekolah tingkat SD hingga SMA/SMK sederajat karena maraknya tindak pidana kekerasan perempuan dan anak yang bersumber dari penggunaan media sosial.
"Ada dua alasan mendasar literasi digital, siswa bisa cerdas dan terampil dalam menggunakan media digital, terutama media sosial," ujarnya.
Merujuk data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) 2022 disebutkan bahwa di Kota Ambon hampir 85 persen penyebab kekerasan seksual itu berawal dari media sosial.
Baca juga: Miris, 85 persen kekerasan seksual di Ambon dipicu media sosial